Hidup Seperti Semilir Angin, Menyejukkan Meski Hanya Sesaat

Saturday, June 30, 2012

ANALISA DAMPAK LIMBAH CAIR WARUNG MAKAN TERHADAP KETAHANAN HIDUP IKAN NILA (Oreochromis niloticus)






Daniel Fajar M0410012
Dwi Lumintang Sari M0410020
Fitria Diniah M0410029
Hana Widyanti M0410031
M. Jundi F. M0410041
Prabastoro Fendi K. M0410047
Reguird Alleini M0410051
Tyas Utami N. M0410063
Wardha Ayu A. M0410065



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012




ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas limbah di beberapa warung makan di beberapa fakultas di UNS, mengetahui kualitas limbah terhadap insang ikan nila (Oreochromis niloticus), dan mengetahui kualitas limbah warung makan terhadap perilaku ikan. Air Limbah yang digunakan sebagai sample diambil dari 3 warung makan yang ada di Lingkungan kampus UNS. Warung makan yang diambil sample diantaranya adalah kantin di Fakultas kedokteran (FK), kantin Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan kantin di Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR). Penelitian dilakukan di salah satu tempat tinggal praktikan selama 2 minggu yaitu tanggal 14 – 26 Mei 2012. Percobaan ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri 2 faktor dengan 1 ulangan. Dua faktor yang digunakan adalah konsentrasi limbah yaitu 25 % dan 12,5% dari 10 liter air murni. Dari hasil penelitian, pada ember yang berisi limbah dari kantin FMIPA dan FSSR dengan takaran 12,5% dan 25% semua ikan mati, insang berwarna pucat, dan menunjukan perubahan perilaku karena pengaruh limbah. Sedangkan pada ember yang berisikan limbah dari FK dengan takaran 12,5% dan 25% semua ikan masih dapat bertahan hidup dengan sehat dan warna insang cenderung cerah. Dari ketiga limbah kantin yaitu kantin FSSR, MIPA, dan FK, limbah kantin kedokteran yang paling baik, karena ikan nila masih dapat hidup dengan baik pada limbah kedokteran baik konsentrasi 12,5% maupun 25%.

Keywords: limbah, nila (Oreochromis niloticus), limbah cair, limbah kantin, insang.


ABSTRACT

This experiment aims to determine the quality of the waste at some diner in several faculties at the UNS, knowing the quality of waste to the gills of tilapia (Oreochromis niloticus), and knowing the quality of waste food stalls on the behavior of fish. Waste water is used as a sample taken from 3 stalls at the campus environment UNS. Food stalls including the cafeteria sample taken at the Faculty of medicine (FK), canteen Faculty of Mathematics and Natural Sciences (Science), and the canteen at the Faculty of Literature and Fine Arts (FSSR). The study was conducted at one residence during the two weeks that 14th- 26th May, 2012. These experiments using completely randomized design (CRD) comprising 2 factorial with one replication factor. Two factors are used is the concentration of waste that is 25% and 12.5% from 10 liters of pure water. From the research, the bucket of waste from the canteen Faculty and FSSR with a dose of 12.5% and 25% of all dead fish, pale gills, and show changes in behavior due to the influence of waste. While in the bucket that contains waste of FK with a dose of 12.5% and 25% of all fish can still survive with a healthy and bright colors tend gills. Third of the canteen canteen waste FSSR, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, and Faculty of Medicine, canteen waste medicine is the best, because tilapia are able to live very well on both the concentration of medical waste by 12.5% and 25%.

Keywords: waste, tilapia (Oreochromis niloticus), liquid waste, cafeteria waste, gills.



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang mengkonsumsi bahan-bahan tertentu dan menghasilkan produk-produk tertentu pula selama hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia membuang berbagai jenis buangan yang sudah tidak diperlukan lagi. Hidup manusia selalu dipenuhi oleh mengambil sesuatu, menggunakan sesuatu dan membuang sesuatu. Setiap hari manusia butuh mandi, butuh cuci pakaian, butuh cuci peralatan makan, butuh bersih-bersih rumah, butuh buang air, butuh makan dan lain sebagainya.
Makanan adalah kebutuhan pokok bagi manusia. Sehingga dimanapun kita berada hampir selalu terdapat agen yang menjual makanan. Begitu juga di dalam lingkungan instansi pendidikan khususnya di Universitas Sebelas Maret (UNS) selalu terdapat tempat yang menyediakan makanan yang biasa disebut kantin atau warung makan. Dilihat dari jumlah makanan yang disediakan setiap hari, tidak mungkin semua makanan tersebut dihabiskan secara total. Sehingga dalam prosesnya kegiatan mengolah makanan dan juga sisa-sisa makanan dan minuman yang tidak dipakai lagi akan berubah menjadi sampah makanan. Sampah makanan dan juga sisa-sisa kegiatan manusia itu disebut juga limbah. Definisi limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan.
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Limbah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Limbah ini dengan mudah dapat diuraikan dalam proses alami. Limbah sisa makanan yang berasal dari warung-warung makan yang ada di UNS tersebut sebagian besar merupakan limbah organik sehingga mudah untuk diuraikan.
Limbah cair dalam bentuk air kotor akan mengalir keluar rumah atau warung-warung makan menuju selokan, comberan, got, parit, dan lain sebagainya. Sebagian akan masuk ke septic tank (sepiteng) di dalam tanah di bawah bangunan atau perkarangan. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia. Selain itu limbah tersebut juga akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air khususnya dalam hal ini adalah ikan. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Berdasarkan latar belakang diatas dalam proposal ini penyusun ingin mengetahui lebih lanjut tentang pegaruh kualitas limbah cair yang berasal dari sampah sisa makanan di beberapa warung makan di UNS terhadap insang ikan nila.

B. Rurusan Masalah
1. Bagaimana kualitas limbah cair sisa makanan yang ada di beberapa warung makan di UNS?
2. Bagaimana pengaruh limbah cair sisa makanan dari beberapa warung makan di UNS tesebut terhadap insang ikan nila?
3. Bagaimana pengaruh limbah cair terhadap perilaku ikan nila?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kualitas limbah cair sisa makanan yang ada dibeberapa warung makan UNS.
2. Untuk mengetahui pengaruh limbah cair sisa makanan dari beberapa warung makan di UNS tersebut terhadap insang ikan nila.
3. Untuk mengetahui pengaruh limbah cair terhadap perilaku ikan nila.

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui kualitas limbah sisa makanan yang ada di beberapa warung malan di UNS sehingga akan dapat diperkirakan cara penanganannya.
2. Dapat mengetahui pengaruh limbah cair sisa makanan dari beberapa warung makan di UNS terhadap ikan nila.
3. Dapat mengetahui pola perilaku ikan yang hidup pada daerah yang tercemar limbah cair sisa makanan dari beberapa warung makan di UNS



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori
Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yangtidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian padasumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum, 1971). Pencemaran perairan pesisir didefinisikan sebagai dampak negatif, pengaruh yang membahayakanterhadap kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem perairan sertakesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan yang disebabkansecara langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yangberasal dari kegiatan manusia (Gesamp, 1986).

Pencemar air dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bahan buangan organik
Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen ikut juga berkembang biak di mana hal ini dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit.

2. Bahan buangan anorganik
Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air, sehingga hal ini dapat mengakibatkan air menjadi bersifat sadah karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg). Selain itu ion-ion tersebut dapat bersifat racun seperti timbal (Pb), arsen (As) dan air raksa (Hg) yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.

3. Bahan buangan zat kimia
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya seperti bahan pencemar air yang berupa sabun, bahan pemberantas hama, zat warna kimia, larutan penyamak kulit dan zat radioaktif. Zat kimia ini di air lingkungan merupakan racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia (Dahuri,1998).
Limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi. Jenis-jenis limbah bermacam-macam, dari zat pembentuknya, bentuk fisiknya dan sifat berbahayanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah yang mempunyai tujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan (Soenarno, 2011).
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Pengelolaan air limbah dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan penyebab polusi yang dapat berupa bakteri-bakteri serta bahan yang berbahaya dalam air agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan (Handayani, 2011).
Limbah cair adalah air yang tak terpakai lagi dan merupakan hasil dari suatu produksi atau kegiatan manusia. Limbah cair yang dibuang ke bawah tanah, sungai, danau, laut, yang jika berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan (Titis, 2009).
Ikan nila adalah ikan air tawar introduksi. Ikan nila dimasukkan ke Indonesia tahun 1969, didatangkan secara resmi oleh Balai penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT) dari Taiwan. Bentuk badan ikan Nila (Oreochromis nilotica) pipih ke samping memanjang, sedangkan warna tubuh umumnya putih kehitaman dan merah sehingga dikenal sebagai nila hitam dan nila merah. Tubuh nila berwarna kehitaman, semakin ke arah perut semakin terang. Mempunyai garis vertikal 9 sampai 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6 sampai 12 buah garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan. Pada punggungnya terdapat garis-garis miring. Nila merah mempunyai warna tubuh merah, termasuk sirip-siripnya, atau merah pada bagian punggung dan putih kemerahan pada bagian perut. Habitat nila adalah perairan air tawar, seperti sungai, danau, waduk, dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas, dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0 sampai 35 ppt (part per thousand), namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0 sampai 30 ppt. Pada salinitas 31-35 ppt, nila masih hidup, tetapi pertumbuhannya lambat. Keasaman air yang cocok adalah 6 sampai 8,5, namun pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7 hingga 8. pH yang masih ditoleransi nila adalah 5-11. Suhu optimal untuk pertumbuhan nila antara 25 hingga 30oC. Pada suhu di bawah 14 oC atau lebih 38 oC nila mulai terganggu. Sedangkan suhu mematikan adalah 6 oC hingga 42 oC (Ghufran, 2010).




B. Kerangka Pemikiran

A. Pemilihan Metode Percobaan
Percobaan pengaruh limbah cair terhadap hewan air ini bertujuan untuk mengetahui kualitas limbah di beberapa warung makan di beberapa fakultas di UNS, mengetahui kualitas limbah terhadap insang ikan nila, dan mengetahui kualitas limbah warung makan terhadap perilaku ikan. Pada percobaan kali ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri 2 faktor dengan 1 ulangan.
Pada rancangan acak lengkap (RAL) penerapan percobaan satu faktor dalam rancangan acak lengkap biasanya digunakan jika kondisi unit percobaan yang digunakan relative homogen. Penerapan perlakuan terhadap unit percobaan dilakukan secara acak terhadap seluruh unit percobaan. Seperti percobaan - percobaan yang dilakukan di laboratorium atau rumah kaca yang pengaruh lingkungannya lebih mudah dikendalikan. Dua faktor yang digunakan adalah konsentrasi limbah yaitu 25 % dan 12,5% dari 10 liter air murni. Ulangan yang dilakukan adalah 1 kali setiap faktor limbah yang ada. Pada percobaan kali ini digunakan hanya 25 % dan 12,5 % , hal ini berbeda dengan jurnal hidayati (2008) dikarenakan karena factor subjektifitas kepekatan dari limbah percobaan ini. Menurut jurnal penelitian diatas menggunakan skala logaritmik dimana dilakukan peningkatan jumlah faktor limbah sebanyak 5 kali dengan menggunakan skala interval dalam bentuk skala logaritmik yaitu peningkatan jumlah limbah dengan kelipatan perkalian 10 contoh 0 %, 0,05 %, 0,5 %, 5 % 50 %, akan tetapi pada percobaan kali ini menggunakan skala interval dalam bentuk kelipatan 2 kali dari data semula yaitu 1/8 dan 1/4 Penggunaan konsentrasi limbah 25 % (1/4) dan 12,5 % (1/8), tidak merupakan dosis letal kecuali pada limbah FSSR, FMIPA, karena konsentrasi ini tidak letal bagi limbah FK maka kami menggunakan data dengan konsentrasi ini. Selain itu dengan konsentrasi limbah yang demikian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi limbah ini apabila nantinya akan dibuang di lingkungan sehingga dapat diketahui kualitas limbah tersebut.

B. Pengaruh Kepekatan Limbah Terhadap Jumlah Ikan
Menurut hasil percobaan yang kami lakukan dari beberapa sampel limbah yang dipakai yaitu limbah dari kantin FMIPA, FSSR, dan FK di UNS, limbah tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap jumlah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang hidup. Pada percobaan ini kami melakukan penempatan tujuh ekor ikan nila pada tujuh buah ember dan mengisinya dengan air dan air limbah dengan takaran air limbah kantin FMIPA 12,5% dan 25%, FSSR 12,5% dan 25% dan dimasukkan kedalam limbah kantin FK 12,5% dan 25%. Masing-masing dari perlakuan diberi aerasi untuk menunjang kehidupan ikan.
Pada ember ke-1 diisi dengan air saja dengan maksud dijadikan sebagai kontrol. Ember ke-2 dan ke-3 diberikan limbah dari FMIPA dengan takaran limbah sebanyak 12,5% dan 25%. Ember ke-4 dan ke-5 diberikan limbah dari FK sebesar 12,5% dan 25%. Ember ke-6 dan ke-7 diberikan limbah dari FSSR dengan takaran sebanyak 12,5% dan 25%. Pada ember pertama, yaitu ember yang dijadikan sebagai kontrol tidak ditemukan adanya ikan yang mati mulai dari awal hingga pada hari terakhir pengamatan. Kemudian pada ember yang berisi limbah dari kantin FMIPA dan FSSR dengan takaran 12,5% dan 25% semua ikan mati karena pengaruh limbah. Sedangkan pada ember yang berisikan limbah dari FK dengan takaran 12,5% dan 25% ikan masih dapat bertahan hidup semua. Hal ini menunjukkan pengaruh limbah yang sangat signifikan dengan kehidupan ikan nila pada percobaan ini.
Berdasarkan limbah yang kami ambil dari beberapa kantin di Universitas Sebelas Maret yakni dari FMIPA, FSSR, dan FK dengan pengaruhnya terhadap jumlah ikan yang hidup mengindikasikan bahwa dari masng-masing limbah memiliki kandungan toksik yang berbeda. Saat dibandingkan limbah FMIPA dan limbah FSSR dengan limbah yang berasal dari FK, memiliki perbedaan yang cukup nyata. Hal tersebut yakni adalah tingkat kepekatan limbah. Pada limbah FMIPA dan FSSR memiliki tingkat kepekatan limbah yang cukup tinggi hal tersebut bisa diperhatikan dari warna dan kekentalan limbah. Sedangkan pada limbah yang berasal dari FK tidak lebih pekat dari pada kedua sampel limbah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepekatan limbah sebanding dengan kandungan toksik yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan ikan mati dan memberikan korelasi bahwa semakin pekat limbah maka kandungan toksik pada limbah tersebut semakin tinggi pula.

C. Analisa Faktor Abiotik
Berdasarkan data yang didapatkan, pada ember ke-1 sebagai kontrol dengan jumlah ikan nila yang dipelihara sebanyak 7 ekor yang hidup semua memiliki kadar oksigen 4,51 pada hari pertama, dan semakin menurun pada pengecekan selanjutnya, yaitu 2,73 pada hari 4, hari ke 7 sebesar 1,89 dan pada hari terakhir pengecekan adalah 1,79. Sedangkan untuk suhu nya rata-rata sama yaitu 29,8. Sedangkan ikan yang dipelihara dengan campuran air limbah, baik limbah MIPA dengan konsentrasi 25% , dan konsentrasi 12,5% ikan pada hari pertama dimasukkan, ikan nila mati pada hari itu juga. Berdasarkan data, dikethui kadar oksigen terlarut pada konsentrasi 25% adalah 1,70 dengan pH 6 dan suhunya 29,7°C. Sedangkan pada konsentrai 12,5% dengan pH 7 , kadar oksigen terlarutnya sebesar 4,17 dan suhu 29,5°C ikan nila yang dipelihara pada limbah ini langsung mati pada hari pertama.
Pemeliharaan ikan dengan limbah dari kantin FSSR, dengan konsentrasi limbah 25% dan 12,5% , mendapatkan hasil yang sama dengan limbah kantin MIPA. Limbah Kantin FSSR konsentrasi 25% pH pengecekan hari pertama didapatkan pH 6, kadar oksigen terlarut 1,81 dan suhu sebesar 29,6°C. Pada kondisi limbah seperti ini, ikan nila langsung mati pada pemliharaan hari pertama. Untuk konsentrasi 12,5% , pengecekan hari pertama didapatkan ph 7 kadar oksigen terlarut sebesar 2,23 dan suhu 29,8°C, dan sama seperti pada konsentrai 25% ikan nila yang dipelihara pada air limbah ini langsung mati pada hari pertama.
Penggunaan limbah dari Fakultas Kedokteran menunjukkan hasil yang baik. Pada Limbah FK dengan konsentrasi 25% setelah dilakukan pengecekan pH dari hari pertama sampai hari ke-13 sama, yaitu pH 7. Kadar oksigen terlarut, pada hari pertama 2,27 hari ke4 sebesar 2,91. Pada hari ketujuh kadar DO mengalami peningktan yaitu 4,03, hari ke-10 sebesar 4,45, dan pada hari ke-13 besarnya 3,49. Sedangkan untuk suhunya relatif stabil yaitu 29,6°C. Pemeliharaan ikan pada limbah dengan konsentrasi ini menunjukkan bahwa ikan dapat hidup dan beradaptasi pada kondisi ini karena dilihat dari jumlah ikan yang mati tidak ada. Jadi semua ikan yang dipelihara masih hidup.
Pada konsentrasi 12,5 % setelah dilakukan pengecekan factor abiotik didapatkan pH pada hari 1-7 sebesar 6, pada hari 10-13 pH 7. Kadar oksigen terlarut hari pertama 25,9. Pada hari kedua, Kadar oksigen terlarut sebesar 2,08. Pada hari keujuh kadar oksigen terlarutnya mengalami peningkatan yaitu sebesar 4,46. Pada hari ke-9 dan ke-10 sebesar 4,36. Pada hari ke-13 sebesar 3,39. Untuk pengukuran suhu relatif sama 29,7°C. Kadar oksigen terlarut. Ikan nila juga dapat beradaptasi pada kondisi limbah ini, terbukti dengan hanya ditemukan satu ekor ikan nila yang mati, dari ketujuh ekor ikan yang dipelihara.


D. Pengaruh Limbah Terhadap Perilaku Ikan
Air yang tercemari limbah makanan dapat mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalamnya, dalam percobaan ini adalah ikan nila. Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap perilaku ikan. ikan yang berada di air kontrol terus bergerak aktif dan tidak mengalami gangguan apapun terhadap insangnya karena lingkungannya normal dan tidak tercemar. Sedangkan ikan lainnya berenang di air yang telah tercemari limbah makanan, mulai dari 12,5% sampai 25%, sehingga mereka mengalami gangguan pada organnya, terutama insang dan menyebabkan perubahan tingkah laku pada ikan.
Hal tersebut dikarenakan ikan melakukan adaptasi dengan lingkungan yang mengandung bahan pencemar dimana ikan menjadi sering berenang ke permukaan dengan kondisi tidak seimbang. Sesekali ikan meloncat kepermukaan untuk mengambil oksigen bebas. Ikan terus menerus menunjukan tingkah laku yang abnormal dimana warna tubuh ikan semakin memucat dan berenang lemas serta tidak seimbang. Salah satu penyebab dari hal tersebut tentu saja ikan kehilangan organ untuk bernapas sehingga akhirnya ikan-ikan yang berada pada air limbah lemas dan kemudian lama kelamaan mati satu per satu.
Cepat lambatnya insang ikan tersebut membengkak lalu mati dipengaruhi oleh konsentrasi limbah kantin pada air. Semakin tinggi konsentrasi limbah kantin pada air, semakin cepat ikan itu akan mati.. Besar tidaknya pengaruh limbah makanan dan polutan lainnya pada ikan dan makhluk hidup lain tergantung pada konsentrasi polutan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi polutan, semakin besar pengaruhnya.
Berdasarkan hasil pengamatan ikan yang berada pada air limbah kantin FMIPA dan FSSR menunjukkan hasil sesuai dengan literatur yang ada, yaitu ikan mengalami gangguan pada organnya sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku yaitu sering naik ke permukaan untuk mengambil oksigen. Tetapi karena konsentrasi dari limbah cukup besar sehingga mengakibatkan ikan berenang tidak seimbang lama-lama lemas dan kemudian mati. Ikan yang berada pada air limbah kantin FK menunjukkan anomali dimana ikan-ikan tersebut masih hidup dan masih bergerak secara aktif. Hal tersebut dimungkinkan karena kandungan limbah kantin FK yang tidak membahayakan bagi kehidupan ikan nila sehingga ikan masih dapat mempertahankan kehidupannya. Akan tetapi pada hari ke empat terdapat satu ikan nila yang mati. Hal ini terjadi mungkin karena kondisi individu ikan tersebut yang tidak sehat. Maka dari itu kami menggunakan ikan berjumlah ganjil sebanyak tujuh ekor, untuk mengantisipasi kejadian yang tidak terduga tersebut. Karena yang mati tidak ada separuh lebih dari jumlah ikan, maka kami tidak mengambil hasil dari ikan tersebut.

E. Pengaruh Limbah Terhadap Warna Insang
Insang merupakan alat pernafasan primer pada ikan, yang berupa lembaran-lembaran tipis yang umumnya berwarna merah. Setelah dilakukan pembedahan, semua insang ikan nila dengan konsentrasi limbah 12.5% baik dari kantin FSSR, FMIPA, maupun FK UNS berwarna merah tua dan sedikit pucat, sedangkan dengan konsentrasi limbah 25% berwarna merah pucat dan kehitman. Hanya saja perlakuan limbah kantin FK, jika dibandingkan dengan warna insang dari FSSR dan FMIPA, warna insang kan nila pada FK terlihat sedikit lebih cerah dibandingkan dengan perlakuan limbah FSSR, sedangkan dari FMIPA terlihat lebih pucat.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat semua insang ikan nila yang diberi limbah, baik dengan konsentrasi 12.5% atau 25%, berwarna lebih pekat dan pucat daripada kontrol. Warna insang paling cerah didapati pada ikan nila yang diberi perlakuan 12.5% limbah kantin dari Fakultas Kedokteran UNS. Perlakuan dengan 25% limbah kantin FMIPA UNS menghasilkan warna insang paling pucat.
Semakin pucat warna insang pada konsentrasi pencemar yang lebih tinggi dapat disebabkan karena pecahnya pembuluh darah pada insang sehingga oksigen yang masuk ke dalam insang terhalang. Selain itu warna pucat pada insang juga dapat disebabkan oleh rigor mortis, yaitu suatu peristiwa enzimatis yang mengakibatkan insang teroksidasi sehingga berwarna merah kehitaman.
Bahan pencemar dapat ke dalam tubuh ikan salah satunya melalui insang dengan proses absorbs. Setelah mengalami absorbsi, racun akan terdistribusi ke sel tubuh ikan, terutama ke jaringan-jaringan yang aktivitasnya tinggi, salah satunya insang. Di sel atau jaringan sasaran tersebut, kemudian terjadi interaksi antara racun dengan komponen penyusun sel. Dan sebagai akibat sederetan peristiwa biokimia dan biofisika berikutnya, akhirnya timbul efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu yang salah satunya dapat diindikasikan dari semakin pucatnya warna insang.


F. Limbah yang paling Baik Berdasar hasil Penelitian
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa limbah kedokteran yang paling baik. Karena ikan nila masih dapat hidup dengan baik pada limbah kedokteran dengan konsentrasi 12,5% dan 25%. Hal tersebut menunjukkan bahwa limbah kedokteran tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan dan menimbulkan tingkat pencemaran yang rendah. Ikan nila masih dapat hidup dikarenakan kandungan bahan pencemar seperti detergen, bahan masakan tambahan, dan minyak jumlahnya sedikit serta DO yang lebih tinggi dibanding limbah FMIPA dan FSSR.
Pada limbah dari FMIPA ikan nila cepat mati karena limbah tersebut sangat pekat dan mengandung banyak minyak. Minyak merupakan senyawa koloid yang tidak dapat larut di dalam air yang merupakan media hidup ikan nila. Minyak akan terhisap oleh ikan nila dan menggangu organ dalam ikan tersebut. Sedangkan pada FSSR ikan nila masih dapat bertahan beberapa hari karena limbah tersebut tidak terlalu pekat tapi mengandung detergen cukup banyak. Hal ini dimungkinkan bahan dan kandungan deterjen yang masih bisa ditolelir oleh ikan nila, sehingga masih dapat bertahan hidup.

KESIMPULAN

1. Pada ember yang berisi limbah dari kantin FMIPA dan FSSR dengan takaran 12,5% dan 25% semua ikan mati karena pengaruh limbah. Sedangkan pada ember yang berisikan limbah dari FK dengan takaran 12,5% dan 25% ikan masih dapat bertahan hidup semua.
2. Terjadi perubahan tingkah laku pada ikan yang hidup di air limbah. Ikan yang berada pada air limbah kantin FMIPA dan FSSR mengalami gangguan pada organnya sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku yaitu sering naik ke permukaan untuk mengambil oksigen, tetapi karena konsentrasi dari limbah cukup besar sehingga mengakibatkan ikan berenang tidak seimbang lama-lama lemas dan kemudian mati. Sedangkan ikan yang berada pada air limbah kantin FK masih hidup dan masih bergerak secara aktif.
3. Semua insang ikan nila yang diberi limbah, baik dengan konsentrasi 12.5% atau 25%, berwarna lebih pekat dan pucat daripada kontrol (air murni). Warna insang paling cerah didapati pada ikan nila yang diberi perlakuan 12.5% limbah kantin dari Fakultas Kedokteran UNS. Perlakuan dengan 25% limbah kantin FMIPA UNS menghasilkan warna insang paling pucat.
4. Dari ketiga limbah kantin yaitu kantin FSSR, MIPA, dan FK, limbah kantin kedokteran yang paling baik, karena ikan nila masih dapat hidup dengan baik pada limbah kedokteran baik konsentrasi 12,5% maupun 25%.

KESIMPULAN

1. Pada ember yang berisi limbah dari kantin FMIPA dan FSSR dengan takaran 12,5% dan 25% semua ikan mati karena pengaruh limbah. Sedangkan pada ember yang berisikan limbah dari FK dengan takaran 12,5% dan 25% ikan masih dapat bertahan hidup semua.
2. Terjadi perubahan tingkah laku pada ikan yang hidup di air limbah. Ikan yang berada pada air limbah kantin FMIPA dan FSSR mengalami gangguan pada organnya sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku yaitu sering naik ke permukaan untuk mengambil oksigen, tetapi karena konsentrasi dari limbah cukup besar sehingga mengakibatkan ikan berenang tidak seimbang lama-lama lemas dan kemudian mati. Sedangkan ikan yang berada pada air limbah kantin FK masih hidup dan masih bergerak secara aktif.
3. Semua insang ikan nila yang diberi limbah, baik dengan konsentrasi 12.5% atau 25%, berwarna lebih pekat dan pucat daripada kontrol (air murni). Warna insang paling cerah didapati pada ikan nila yang diberi perlakuan 12.5% limbah kantin dari Fakultas Kedokteran UNS. Perlakuan dengan 25% limbah kantin FMIPA UNS menghasilkan warna insang paling pucat.
4. Dari ketiga limbah kantin yaitu kantin FSSR, MIPA, dan FK, limbah kantin kedokteran yang paling baik, karena ikan nila masih dapat hidup dengan baik pada limbah kedokteran baik konsentrasi 12,5% maupun 25%.


Share:

5 comments:

  1. cukup baca kesimpulannya saja. hehehe

    ReplyDelete
  2. hehehe,,, itu hasil praktek mandiri ekologi,,,

    ReplyDelete
  3. maaf ya, karena terpisah jadi gak ke upload,,

    ReplyDelete
  4. kira-kira penyebab ikan kantin FK masih hidup karena apa yah? apakah di kantin FK ada fasilitas pengolahan limbah kantin dulu?

    ReplyDelete

Menulis adalah salah satu cara untuk mengubah, menyimpan dan menyampaikan

Q n A

Mau diskusi dan bertanya soal Biologi? Silahkan kirim email ke kazebara20@gmail.com
See me on Instagram @wardhaayu