Hidup Seperti Semilir Angin, Menyejukkan Meski Hanya Sesaat

Monday, June 3, 2013

Laporan KKL Jurug BAB 1 DAN 2



BAB I
SISTEM KEPARIWISATAAN DI TAMAN SATWA TARU JURUG

A.    Aspek Permintaan Pariwisata
Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto, 2005), faktor-faktor utama dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan pariwisata dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)        Harga; harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata akan memberikan imbas atau timbal balik pada wisatawan yang akan bepergian, sehingga permintaan wisatapun akan berkurang begitu pula sebaliknya.
b)        Pendapatan; apabila pendapatan suatu negara tinggi, kecendrungan untuk memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi calon wisatawan membuat sebuah usaha pada Daerah Tujuan Wisata jika dianggap menguntungkan.
c)        Sosial Budaya; dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau berbeda dari apa yang ada di negara calon wisata berasal maka, peningkatan permintaan terhadap wisata akan tinggi hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian pengetahuan sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya wisatawan.
d)       Sospol (Sosial Politik); dampak sosial politik belum terlihat apabila keadaan Daerah Tujuan Wisata dalam situasi aman dan tenteram, tetapi apabila hal tersebut berseberangan dengan kenyataan, maka sospol akan sangat terasa dampak dan pengaruhnya dalam terjadinya permintaan.
e)        Intensitas keluarga; banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta dalam permintaan wisata hal ini dapat diratifikasi, jumlah keluarga yang banyak maka keinginan untuk berlibur dari salah satu keluarga tersebut akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari kepentingan wisata itu sendiri.
f)         Harga barang substitusi; disamping kelima aspek di atas, harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan, dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti DTW yang dijadikan cadangan dalam berwisata seperti: Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu dan lain hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat Daerah Tujuan Wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah terdekat seperti Malaysia dan Singapura.
g)        Harga barang komplementer; merupakan sebuah barang yang saling membantu atau dengan kata lain barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi, dimana apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai objek wisata yang saling melengkapi dengan objek wisata lainnya.
Sedangkan Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005) melihat bahwa faktor penting yang menentukan permintaan pariwisata berasal dari komponen daerah asal wisatawan antara lain, jumlah penduduk (population size), kemampuan finansial masyarakat (financial means), waktu senggang yang dimiliki (leisure time), sistem transportasi, dan sistem pemasaran pariwisata yang ada.
Dari kedua pendapat di atas, aspek permintaan pariwisata dapat diprediksi dari jumlah penduduk dari suatu daerah asal wisatawan, pendapatan perkapitanya, lamanya waktu senggang yang dimiliki yang berhubungan dengan kemajuan teknologi informasi dan transportasi, sistem pemasaran yang berkembang, keamanan, sosial dan politik serta aspek lain yang berhubungan dengan fisik dan non fisik wisatawan.
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) merupakan kebun binatang yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan terhadap jenis satwa yang dipelihara berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa sebagai sarana perlindungan dan pelestarian jenis dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat. Namun sekarang ini TSTJ mengalami penurunan permintaan yang lebih disebabkan antara lain obyek maupun fasilitas yang disediakan kurang terawat dengan baik. Sehingga menimbulkan citra yang kurang menarik bagi konsumen wisatawan.
Tempat wisata TSTJ tampaknya mengalami pasang surut mengenai permintaan. Surut saat hari-hari biasa dan pasang saat akhir pekan, hari libur sekolah dan hari besar lainnya. Hal ini dikarenakan TSTJ memang cocok untuk tempat rekreasi dan wisata keluarga karena disana disediakan sarana edukasi, penelitian, rekreasi dan tempat bermain. 
Tapi disamping itu Taman Jurug memiliki kelebihan dari letak tempat dan penambahan binatang yang menjadikan komoditi utama dan daya tarik sendiri. Lebih utamanya lagi adalah, tempat ini tepat berada di samping aliran sungai bengawan Solo, sungai terkenal di Jawa Tengah. Di sini kita bisa mendapatkan dua objek sekaligus dalam satu tempat, Taman Jurug dan Sungai Bengawan Solo.
B.       Penawaran Wisata Di Taman Satwa Taru Jurug(TSTJ)          
              Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo  merupakan daerah yang dekat dengan Kota Yogyakarta yang sangat berpotensi dalam menarik wisatawan untuk datang dan singgah menikmati keunggulan objek wisata di Kota Surakarta. Kota Surakarta tidak hanya dijadikan sebagai daerah penghubung melainkan sebagai daerah singgah yang mampu meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat Kota Surakarta dengan keberadaannya tersebut. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan menonjolkan sisi pariwisata di Kota Surakarta sesuai ciri khas dan identitas Kota Surakarta sendiri. Dominasi sektor-sektor pariwisata di kota lain di Propinsi Jawa Tengah mengakibatkan sektor pariwisata di Kota Surakarta menjadi bukan merupakan sektor unggulan.
              Namun keinginan dari pemerintah Kota Surakarta yang memanfaatkan kondisi lokasi tersebut dengan menjadikannya sebagai daerah singgah terutama dari segi pariwisata bukan hal yang mustahil. Kota Surakarta  harus mempersiapkan diri memunculkan sisi keunikan dan kekhasan wisatanya agar kondisi lokasi yang hanya sebagai daerah singgah mampu menyumbangkan masukan  pendapatan bagi masyarakat Surakarta. Pada kondisi eksisting saat ini tidak kurang dari sepuluh objek wisata yang ditawarkan Kota Surakarta yang terdiri dari objek wisata budaya, objek wisata buatan atau minat khusus dan objek wisata belanja. Objek wisata Taman Satwa Taru Jurug yang terletak di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres merupakan salah satu objek wisata dengan konsep wisata alam yang menjadi salah satu objek wisata andalan di Kota Surakarta.
            Pendapatan atau perekonomian yang diperoleh Taman Satwa Taru Jurug Surakarta cukup besar. Jumlah pendapatan dari tiketmasuk merupakan paling besar diperoleh bila dibandingkan dengan objek-objek wisata lainnya di Surakarta. Objek wisata ini memiliki pendapatan paling besar apabila dibandingkan dengan objek wisata yang lainnya, yaitu sebesar Rp 1.869.303.000,- padatahun 2006 dan turun menjadi Rp 1.794.542.000 pada tahun 2007. Jumlah ini diperolehantara lain dari pemasukan penjualan tiket, retribusi parkir, PKL dan WC umum.
            Taman Satwa Taru Jurug Kota Surakarta memiliki banyak potensi yang menawarkan berbagai macam atraksi bagi wisatawan yang datang seperti naik perahu, naik kereta mini, naik bendi, menunggang satwa seperti naik gajah, naik unta, berfoto serta aneka macam permainan anak. Di dalam objek wisata ini juga terdapat Sanggar Gesang yang merupakan tempat pertunjukan kesenian antara lain orkes keroncong. Di Taman Satwa Taru Jurug terdapat juga tempat pementasan kesenian tradisional maupun jenis musik lainnya (dangdut, pop, keroncong, campursari, dan lain sebagainya). Selain itu, pada perayaan Idul Fitri diadakan upacara adatPekan Syawalan, yaitu suatu acara tradisi awal bulan Syawal Idul Fitri.Acara ini diakhiri dengan pesta Ketupat dan Larung Gethek dengan menggunakan gethek atau sejenis kapaldi danau yang terdapat di dalam Taman Satwa Taru Jurug ini. Sebagai tampat konservasi, Taman Satwa Taru Jurug Kota Surakarta juga sebagai tempat yang tepat untuk penelitian bagi pelajar dan mahasiswa yang ditunjang dengan areal yang dilengkapi berbagai macam jenis binatang dan tanaman langka. Keberadaan Taman Satwa Taru Jurug dengan berbagai potensi wisatanya mampu menarik wisatawan yang jumlahnya cukup besar. Jumlah pengunjung di Taman Satwa Taru Jurug mencapai jumlah 380.520 orang pada tahun 2004, mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi sebesar 387.664 dan pada tahun 2007 turun lagi menjadi 306.975 (Sumber:Dinas Pariwisata, Seni dan  Budaya Kota Surakarta). Taman Satwa Taru Jurug memiliki keunggulan dalam jumlah wisatawan apabila dibandingkan dengan objek wisata lainnya di Kota Surakarta. Secara umum penawaran pariwisata adalah sebagai berikut:
a.         Teori Penawaran
Terdapatnya permintaan belum merupakan syarat yang cukup untuk mewujudkan transaksi dalam pasar. Maka diperlukan penawaran juga oleh para penjual.Penentu-Penentu Penawaran Keinginan para penjual dalam menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor, yang terpenting ialah :
• Harga barang itu sendiri.
• Harga barang barang lain.
• Biaya produksi.
• Tujuan tujuan operasi perusahaan tersebut.
• Tingkat teknologi yang digunakan.
b.        Hukum Penawaran
Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.
c.         Penawaran Pariwisata
         Sejumlah barang maupun jasa yang ditawarkan kepada wisatawan dengan harga tertentu.
         Meliputi semua daerah tujuan yang ditawarkan kepada wisatawan, baik wisatawan potensial maupun riil.
         Berupa daya tarik alam, hasil ciptaan manusia,barang dan jasa yang dapat mendorong orang-orang untuk berkunjung ke suatu DTW.
d.        Karakteristik Penawaran Pariwisata
         Tidak dapat ditimbun atau dipindah-pindahkan dan hanya dapat dikonsumsi di tempat jasa tersebut dihasilkan.
         Sifatnya sangat kaku (rigid) artinya sangat sulit untuk mengubah sasaran
penggunaannya di luar pariwisata.Sangat tergantung pada persaingan dari barang-barang dan jasa-jasa lainnya,sehingga hukum substitusi sangat kuat berlaku.
e.         Unsur-Unsur Penawaran Pariwisata
         Benda-benda alam : iklim, pemandangan alam,hutan, flora dan fauna, dan pusat-pusat kesehatan yang dapat menyembuhkan jenis penyakit tertentu.
         Hasil ciptaan manusia (man-made supply):benda-benda bersejarah, kebudayaan  dan keagamaan, monumen-monumen bersejarah, museum, kesenian rakyat, acara-acara tradisional serta rumah-rumah ibadah.
f.         Usaha Pariwisata
         Usaha Jasa Pariwisata : penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan, dan jasa penyelenggaraan pariwisata.
         Pengusahaan ODTW : kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukanatau kegiatan mengelol objek dan daya tarik wisata yang telah ada.
         Usaha Sarana Pariwisata : meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata. Prasarana Kepariwisataan
         Prasarana Umum (General Infrastructure) :prasarana yang menyangkut kebutuhan umum bagi kelancaran perekonomian, seperti : air bersih, listrik, jalan raya,pelabuhan udara, telekomunikasi, dan sebagainya.
         Kebutuhan Masyarakat Banyak (Basic Need Of Civilized Life) : prasarana yang menyangkut kebutuhan masyarakat banyak, seperti : rumah sakit,apotik, bank, pompa bensin,dan sebagainya.
g.        Sarana Kepariwisataan
         Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Superstructure) : perusahaan-perusahaan yang hidupnya sangat tergantung pada lalu lintas wisatawan.
         Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourism Superstructure) : fasilitas-fasilitas yang melengkapi sarana pokok untuk membuat wisatawan tinggal lebih lama.
         Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Superstructure) :
fasilitas yang diperlukan wisatawan, tidak hanya melengkapi sarana pokok dan sarana pelengkap, tetapi fungsinya agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya.
C. Pasar dan kelembagaan (segi management dan organisasi)
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) merupakan taman wisata yang ada di kota Surakata dimana taman satwa ini merupakan perusahaan daerah kota Surakartan yang langsung dibawah komando kementrian pariwisata dan pemerintah daerah tingkat II Surakarta. TSTJ ini dahulu kala dikelola oleh perusda Surakarta dan pada tahun 1998 perusda menjalin kerjasama dengan PT citra perkasa untuk pengolahan TSTJ. Kontrak kerjasama kedua belah pihak secara tertulis adalah selama 25 tahun dengan sistem bagi hasil. Namun dalam pelaksaannya mengalami beberapa masalah sehingga kepengurusal atau pengelolaan TSTJ sendiri dikembalikan lagi pada perusda Surakarta hingga sekarang. Pada akhir-akhir ini pihak TSTJ sangat gencar membuka peluang bagi investor-investor yang akan bergabung. Mengenai kerjasama pengelolaan TSTJ sudah diatur dalam pasal 42 perda Surakarta tahun 2010.
Semua peraturan, ketentuan, dan pengelolan TSTJ sudah ditentukan dalam perda Surakarta tahun 2010. Modal awal TSTJ dianggarkan dari APBD yang sudah tentukan oleh walikota.
Susunan organisasi Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta terdiri dari :
1.      Direksi
·         Direktur Utama
·         Direktur Operasional;
·         Direktur Administrasi dan Keuangan.
2.      Dewan Pengawas
Tugas dan wewenang Direksi meliputi :
a)      Merencanakan dan menyusun program kerja Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta 4 (empat) tahunan dan tahunan untuk ditetapkan Walikota melalui Dewan Pengawas.
b)      Menyusun rencana dan melaksanakan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta setelah mendapat persetujuan Dewan Pengawas dan ditetapkan dengan Keputusan Walikota;
c)      Menjalankan pengelolaan Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta sesuai dengan sifat dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berdasar prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
d)     Mengurus dan mengelola kekayaan Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta;
e)      Membuat peraturan tata tertib dalam pelaksanaan pengurusan Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta dengan persetujuan Dewan Pengawas;
f)       Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta;
g)      Melakukan pembinaan pegawai Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta
h)      Mengangkat dan memberhentikan pegawai Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta setelah mendengar pertimbangan Dewan Pengawas.
“Peraturan daerah kota Surakarta. 2010. Pendirian Perusahaan Daerah Taman Satwa Taru Jurug Surakarta.”
Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan . ekowisata dan wisata alam dikenal sebagai salah satu pengembangan dari konsep wisata dimana bentuk wisata yang diterapkan berwawasan lingkungan dan mengutamakan aspek konservasi alam,pemberdayaan sosial budaya ekonomi dari masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Pendek kata,ekowisata meliputi aspek ekologi,ekonomi dan kemasyarakatan. secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia,meningkatkan  kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut,diperlukan dukungan dari berbagai pelaku pariwisata. Pelaku pariwisata yang dimaksud antara lain:
1.      Wisatawan
            Suatu tempat wisata sangat didukung oleh adanya wisatawan. World Tourism Organization mendefinisikan pengunjung sebagai satu atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan atau tinggal di suatu tempat di luar wilayah tempat tinggalnya, dengan jangka waktu kurang dari setahun, dan tidakbertujuan untuk bisnis/ bekerja. Definisi praktis dari wisatawan ialah konsumen atau pengguna produk dan layanan pariwisata. Wisatawan dapat menjelaskan dan sangat berguna dalam penentuan segmentasi permintaan/ pasar wisata. Dengan motif dan latar belakang yang berbedabeda, mereka menjadi pihak yang menciptakan permintaan produk dan jasa wisata. Wisatawan sendiri memiliki termasuk sebagai pelaku pariwisata yang sangat berpengaruh pada perkembangan dan kemajuan suatu kawasan ekowisata. Karena berkembang tidaknya suatu wisata bisa dilihat dari banyak tidaknya wisatawan yang datang berwisata ke lokasi wisata tersebut. Wisatawan juga berperan dalam menjaga kelestarian suatu wisata karena sebagian besar kerusakan dari suatu tempat wisata khususnya wisata alam disebabkan oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab para wisatawan. Selain itu wisatawan bisa dijadikan agen promosi. Baik dengan promosi dari mulut ke mulut dengan bantuan kepuasan wisatawan yang datang akan mendatangkan wisatawan lain yang lebih banyak. Untuk menggambarkan wisatawan dapat dilihat dari karateristik perjalanannya dan karakteristik wisatawannya:
1.1  karakteristik perjalanan
Karakteristik perjalanan wisatawan dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan jenis perjalanan yang dilakukannya. Secara umum jenis perjalanan dibedakan menjadi: perjalanan rekreasi, mengunjungi teman/keluarga (VFR = visitingfriends and relatives), perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya.
1.2   Karakteristik wisatawan
Karakteristik wisatawan memfokuskan pada wisatawannya,biasanya digambarkan dengan “who, wants, what, why, when, where and how much”. Untuk menjelaskan hal-hal tersebut digunakan beberapa karakteristik di antaranya, sebagai berikut:
1.2.1 Karakteristik sosio-demografis
Karakteristik sosio-demografis mencoba menjawab pertanyaan who, wants, dan what. Pembagian berdasarkan karakteristik ini paling sering dilakukan untuk kepentingan analisis pariwisata, perencanaan dan pemasaran, karena sangat jelasdefinisinya dan relatif mudah pembagiannya. Yang termasuk dalam karakteristik sosiodemografisdi antaranya adalah jenis kelamin, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, ukuran keluarga atau jumlah anggota keluarga dan lain-lain yang dielaborasi dari karakteristik tersebut.
1.2.2 Karakteristik Geografis
          Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, biasanya dibedakan menjadi desa-kota, propinsi, maupun negara asalnya. Pembagian ini lebih lanjut dapat pula dikelompokkan berdasarkan ukuran (size) kota tempat tinggal (kota kecil, menengah, besar/ metropolitan), kepadatan penduduk di kota tersebut dan lain-lain.
1.2.3 Karakteristik Psikografi
          Karakteristik psikografis membagi wisatawan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial, life-style dan karakteristik personal wisatawan dalam kelompok demografis yang sama. Wisatawan mungkin memiliki profil psikografis yang sangat berbeda. Beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan menyebabkan beragamnya keinginan dan kebutuhan mereka akan suatu produk wisata. Pengelompokan- pengelompokan wisatawan dapat memberi informasi mengenai alasan setiap kelompok mengunjungi objek wisata yang berbeda, berapa besar ukuran
kelompok tersebut, pola pengeluaran setiap kelompok, “kesetiaannya” terhadap suatu produk wisata tertentu, sensitivitas mereka terhadap perubahan harga produk wisata, serta respon kelompok terhadap berbagai bentuk iklan produk wisata.
2.      Industri pariwisata
Kemajuan pariwisata sangat di dukung oleh makin banyaknya industri yang bergerak di bidang pariwisata. Salah satu indutri yang banyak dilirik sekarang ini adalah berdirinya lembaga pendidikan yang bergerak di bidang kepariwisataan. Lembaga pendidikan ini bertujuan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dan diharapakan mampu ikut serta dalam pengembangan wisata. Namun demikian inti dari industri pariwisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa pariwisata. Industri pariwisata dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu sebagai berikut :
         2.1 Pelaku langsung (direct industry)
yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada wisatawan atau jasanya yang langsung dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel, restoran, dan biro perjalanan.
2.2 Pelaku tidak langsung (support industry)
yaitu usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan sebagainya. Termasuk pelaku tidak langsung adalah sektor-sektor lain yang mendukung pariwisata, misalnya sektor perkebunan atau pertanian khas suatu daerah yang menjual hasil panennya ditempat wisata setempat
3.      Pendukung Jasa Wisata
3.1  Pemerintah
Keikutsertaan pemerintah dalam menjalankan sebuah pariwisata sangatlah penting. Karena pemerintah memiliki kekuasaan dalam menentukan sebuah kebijakan. Kebijakan itulah yang selanjutkan akan menentukan pengelolaan,sistem dalam sebuah pariwisata. Di sini peran pemerintah sangat penting dalam pengembangan konsep ekowisata mulai daro penyuluhan sampai dengan kemudahan perizinan atau birokrasi. Pemerintah bersama dengan LSM dan atau universitas menjadi jembatan antara pengusaha/pengembang wisata dengan masyarakat setempat. Namun, pada penerapannya, banyak masalah pengembangan konsep ekowisata yang terkait dengan tahapan ini. Salah satu contohnya adalah pungutan liar. Dalam pelaksanaan suatu proyek pengembangan di Indonesia saat ini masih sarat dengan pungutan liar yang sayangnya tidak hanya dilakukan oleh preman-preman tapi juga dilakukan oleh pemerintah, mulai dari lurah, camat, bupati, atau instansi-instansi terkait. Hal ini menyebabkan biaya pengembangan daerah ekowisata menjadi sangat mahal. Kebijakan dalam pengembangan konsep ekowisata pun saat ini kurang fleksibel. Contohnya, pembagian wilayah kawasan hutan. Pembagian wilayah ini terkadang tidak sesuai dengan kondisi aslinya. Seringkali batas antara satu wilayah hutan dengan wilayah yang lain tidak sama dengan batas desa, sehingga memungkinkan terjadi sengketa antara penduduk desa dalam pembangunan di daerah tersebut.Kehadiran pemerintah dalam setiap tahap proses pengembangan menjadi unsur penting dalam keberhasilan penerapan konsep ekowisata.
3.2  Masyarakat lokal
Masyarakat lokal adalah pihak yang akan menerima dampak paling besar darikegiatan wisata yang dikembangkan didaerahnya. Aspirasi masyarakat setempat merupakan komponen permintaan yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam rangka pengembangan suatu kegiatan wisata sehingga kegiatan wisata yang diselenggarakan tidak akan menimbulkan kerugian-kerugian bagi masyarakat lokal. Industri pariwisata akan memberi peluang bagi pemberdayaan sumber daya lokal dan menjadi stimulan multiplier effects positif bagi perekonomian dan kemajuan masyarakat lokal.
Masyarkat setempat memiliki fungsi aktif dan pasif dalam pengembangan pariwisata di daerahnya. Fungsi aktif yaitu membantu program pemerintah, melibatkan diri dalam kegiatan pariwisata atau membuka usaha sedangkan fungsi pasif, yaitu kesadaran untuk tidak mengganggu lingkungan/ tempat pariwisata dan menjaga (memelihara) sumber daya yang ada. Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. Salah satu peran masyakarat lokal dalam pengembangan suatu paiwisata antara lain :
·         Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat
·         Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.
·         Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
·         Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat.
·         Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.
3.3  Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM)
Termasuk dalam steak holder,LSM memiliki kedudukan yang sangat penting dalam perencanaan sistem pariwisata. Kedudukan LSM ini sebagai perwakilan masyarakat untuk menyampaikan pendapat kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan keputusan serta pengelola tempat wisata. Sehingga gagasan,saran serta kritik dan masukkan yang datang dari LSM juga perlu didengarkan oleh para pemangku kebijakan dan pengelola lokasi wisata,sehingga akan mengurangi potensi-potensi terjadinya miscommunication yang bisa menimbulkan keributan. Hal itu lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat heterogen seperti di kota Solo.




BAB II
KONSEP DASAR PERENCANAAN PARIWISATA BERKELANJUTAN DI TSTJ


A.    Pengantar
Pengembangan pariwisata adalah salah satu bagian dari manajemen yang menitikberatkan pada implementasi potensi obyek dan daya tarik wisata yang harus dilaksanakan dengan rentang waktu, berupa langkah sistematis yang dapat mengarah pada pencapaian hasil. Hasil yang diharapkan pada perencanaan manajemen dengan kegiatan yang spesifik ini adalah untuk mencapai tujuan dan sasaran dari rencana yang dibuat sebelumnya. Terdapat lima unsur penting dalam suatu obyek yaitu: (1) hal-hal yang menarik perhatian wisatawan (attraction); (2) fasilitas-fasilitas yang diperlukan (facilities); (3) infrastuktur (infrastructure); (4) jasa pengangkutan (transportation); dan (5) keramahtamahan dan kesediaan untuk menerima tamu (hospitality).
Perencanaan pariwisata menggunakan konsep perencanaan umum yang disesuaikan dengan karakteristik dari jenis pariwisata yang ingin dikembangkan. Pendekatan perencanaan dasar mengarah pada aplikasi dalam penerapan kebijakan serta dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Proses perencanaan dasar yang diterangkan sebelumnya menyediakan kerangka perencanaan yang umum dan penekanan ditempatkan pada konsep perencanaan menjadi berkesinambungan, berorientasi system, menyeluruh, terintegrasi dan lingkungan dengan fokus pada keberhasilan pengembangan yang dapat mendukung keterlibatan masyarakat.
Lima pendekatan dalam mengembangkan pariwisata, antara lain:
1.      Bossterm yaitu: suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu atribut positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah tidak dipertimbangkan secara matang.
2.      The economic-industry approach (pendekatan ekonomi-industri) yaitu: pendekatan pengembangan pariwisata yang tujuan ekonominya lebih didahulukan dari tujuan sosial dan lingkungan dan menjadikan pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran utama.
3.      The physical-spatial approach (pendekatan fisik-keruangan), yaitu: pendekatan ini didasarkan pada tradisi “penggunaan lahan” geografis. Strategi pengembangannya berdasarkan perencanaan yang berbeda-beda melalui prinsip-prinsip keruangan (spatial). Misalnya pengelompokan pengunjung di satu kawasan dan pemecahan-pemecahan tersebut untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik. Hanya saja kekurangan dari pendekatan ini adalah kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultur dari pengembangan wisata.
4.      The community approach (pendekatan kerakyatan), yaitu: pendekatan ini lebih menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat di dalam proses pengembangan pariwisata. Pendekatan ini menganggap pentingnya suatu pedoman pengembangan pariwisata yang dapat diterima secara sosial (socially acceptable). Pendekatan yang dilakukan adalah menekankan pentingnya manfaat sosial dan kultural bagi masyarakat lokal secara bersama-sama termasuk di dalamnya pertimbangan ekonomi dan lingkungan.
5.      Sustainable approach (pendekatan keberlanjutan), yaitu: pendekatan berkelanjutan dan berkepentingan atas masa depan yang panjang serta atas sumber daya dan efek-efek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mengkin menyebabkan gangguan kultural dan sosial yang memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya hidup individual.

B.     Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan        
Pengembangan pariwisata berkelanjutan didasarkan pada asas asas sebagai berikut:
1.      Asas pertama
      Partisipasi aktif dan langsung dari masyarakat setempat dalam pengembangan pariwisata. Ide dan gagasan dari masyarakat sekitar hendaknya menjadi bahan utama dalam penentuan visi pembangunan pariwisata dan tujuan utamanya adalah untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Tidak hanya sampai disitu, mestinya pelibatan masyarakat juga sampai pada pengelolaan industry pariwisatanya sehingga mereka akan merasa memiliki. Rasa memiliki untuk peduli terhadap keberlanjutan pariwisata itu sendiri. Masyarakat lokal  harusnya menjadi pelaku bukan menjadi penonton.
2.      Asas kedua
Harmonisasi antara kebutuhan wisatawan , lokasi yang dikunjungi dan masyarakat setempat. Kebutuhan wisatawan akan destinasi yang menyenangkan dan nyaman harus selaras dengan kebutuhan masyarakat akan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud melalui sebuah sinergi efektif antara berbagai unsur masyarakat yang ada di daerah tujuan wisata tersebut. Unsur yang dimaksud adalah masyarakat lokal , pemerintah lokal , industri pariwisata, dan organisasi kemasyarakat yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan.
3.      Asas ketiga
Pembangunan pariwisata harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan berbagai pihak terkait untuk memperoleh input yang lebih baik. Pelibatan para pemangku kepentingan harus dapat menampung pendapat organisasi kemasyarakatan lokal, melibatkan kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan, melibatkan asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.
4.      Asas keempat
Pengembangan pariwisata harus dapat menjamin penyediaan lapangan kerja yang berkualitas bagi masyarakat setempat dan memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal  dalam sekala kecil, dan menengah. Hal ini akan semakin memberikan kepercayaan bagi masyarakat akan pentingnya pengembangan pariwisata ini.
5.      Asas kelima
Pariwisata harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat memunculkan multiflier effect yang signifikan. Mendorong semakin semaraknya pertumbuhan bisnis local di bidang ini. Hal ini dapat untuk memastikan bahwa pengeluaran wisatawan akan optimal di daerah tujuan wisata tersebut
6.      Asas keenam
Kerjasama yang saling menguntungkan antara masyarakat sebagai pengelola atraksi  wisata dengan para agen-agen penjual paket wisata. Kemitraan antara kedua belah pihak yang sinergis akan dapat membangun sebuah  komitmen pelayanan pariwisata yang baik.
7.      Asas ketujuh
Pembangunan pariwisata harus tetap memperhatikan keberlangsungan dan keberlanjutan program pembangunan untuk generasi yang akan datang. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa visi pembangunan pariwisata berkelanjutan tetap konsisten.
8.      Asas kedelapan
Pariwisata harus bertumbuh dalam asas optimalisasi bukan pada exploitasi. Strategi manajemen kapasitas akan menjadi pilihan yang terbaik, walaupun saat ini masih  mengalami kontroversi yang cukup tajam. Konsep ini merupakan kebutuhan yang semestinya diakui untuk membatasi dan menjadi kendali atas dimensi-dimensi pembangunan pariwisata yang dapat mengancam berkelanjutan penggunaan sumber daya yang terbatas,  pada saat yang bersamaan, konsep tersebut berhadapan dengan keinginan untuk memaksimalkan peluang sebagai tujuan pertumbuhan dan mewujudkan manfaat potensial yang terkait dengan pengunjung yang semakin meningkat.
9.      Asas kesembilan
      Monitoring dan evaluasi secara periodic untuk memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan berkelanjutan. Mestinya pembagunan pariwisata dapat diletakkan pada asas pengelolaan dengan manajemen kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas obyek wisata tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas social, dan kapasitas sumberdaya yang lainnya sehingga dengan penerapan manajemen kapasitas dapat memperpanjang daur hidup pariwisata itu sendiri sehingga konsepsi konservasi dan preservasi serta komodifikasi untuk kepentingan ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan.
10.  Asas kesepuluh
 Adanya keterbukaan mengenai pemanfaatan sumber daya seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumberdaya lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan.
11.  Asas kesebelas
Pengembangan pariwisata berkelanjutan membutuhkan program peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata sehingga dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk bekerja sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
12.  Asas kedua belas
Mewujudkan harapan dan kepentingan semua pihak yang terkait dalam kepariwisataan  secara berkualitas. Masyarakat yang semakin baik taraf hidupnya, kesempatan bisnis yang prospektif bagi para pengusaha jasa pariwisata dan pengalaman perjalanan yang berkualitas bagi wisatawan dengan tetap berpedoman pada asas-asas pembangunan pariwisata berkelanjutan.

C.    Struktur Administrasi Pariwisata
Struktur Administrasi pariwisata terdiri dari :
Ø  Departemen periwisata
Ø  Dinas pariwisata Daerah
Ø  Bappenas
Ø  Bappeda
Ø  Kementrian Lingkungan Hidup
Ø  DepPU
Ø  Depdiknas
Ø  DepHub
Ø  Dep Pertanian Kepariwisataan
Ø  LSM
Ø  Lembaga Keuangan

D.    Otonomi Daerah Surakarta  Tentang Kepariwisataan
Ø  UU No 9/1990 tentang Kepariwisataan.
UU tersebut, mengatur tentang perjalanan wisata, jasa agen perjalanan wisata, jasa pramuwisata, jasa impresariat, jasa insentif, konferensi dan ekshibisi, jasa konsultasi pariwisata, serta jasa informasi pariwisata.
UU No 9/1990 diperbaharui menjadi UU No 10/2009 tentang Kepariwisataan. Dalam UU yang baru ini lebih detil dalam menjabarkan jenis-jenis usaha pariwisata. Setidaknya ada 13 jenis usaha yang dikategorikan sebagai usaha pariwisata, jumlahnya hampir dua kali lipat dibanding jenis usaha pariwisata yang diatur pada UU sebelumya. Seperti, jasa kawasan pariwisata, penyedia akomodasi, penyelenggaraan meeting, incentives, conference, and exhibition (MICE), jasa informasi pariwisata, jasa pramuwisata, jasa wisata tirta hingga spa.
E.     Potensi ekowisata TSTJ
Pariwisata merupakan salah satu penggerak perekonomian penting di banyak kawasan di dunia. Pariwisata Indonesia dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat besar, salah satunya adalah potensi ekowisata. Ekowisata dipromosikan dengan tujuan jangka panjang untuk ikut mendorong konservasi lingkungan dan sumber daya alam dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi TSTJ Surakarta sebagai daerah tujuan pariwisata didukung dengan predikatnya sebagai kota hijau, kota pariwisata, kota budaya, dan kota perjuangan. Pariwisata merupakan sektor andalan di Suakarta. Salah satu objek wisata dengan fungsi utama sebagai lembaga konservasi satwa di Surakarta adalah Taman Satwa Taru jurug (TSTJ).
Namun strategi pengembangan yang dijalankan oleh pihak pengelola belum dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh TSTJ. Kriteria kekuatan yang menjadi prioritas ekowisata TSTJ adalah faktor beragamnya atraksi wisata dan wahana tambahan, pada kriteria kelemahan faktor yang menjadi prioritas adalah kemampuan pemasaran yang belum optimal dan Aktifitas promosi yang masih minim, pada kriteria peluang faktor yang menjadi prioritas adalah berkembangnya kecenderungan untuk menikmati wisata back to nature dan pada kriteria ancaman, yang menjadi prioritas adalah Persepsi masyarakat terhadap brand image TSTJ Surakarta.




















BAB III
EKOWISATA SEBAGAI FOKUS PERENCANAAN


1.        Pengertian Ekowisata
            Secara umum Ekowisata  atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat. Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi.
2.        Prinsip Ekowisata
            Menurut Cooper (1997), suatu kegiatan pariwisata dapat dikategorikan sebagai ekowisata jika memiliki 5 prinsip, sbb: (1) Sustainable, adalah pariwisata yang berkonsentrasi pada penyokongan pelestarian lingkungan alam. (2) Lingkungan alam harus aman dan terjamin keselamatannya untuk dijadikan warisan bagi generasi mendatang. (3) Pemeliharaan berbagai makhluk yang ada di sekitarnya, manusia, hewan, tumbuhan, dan sebagainya apa pun yang hidup di alam bersangkutan. (4) Merumuskan perencanaan dan pengimplementasian secara holistik, sehingga tercipta harmonisasi yang terintegrasi antara alam, manusia dan lingkungan secara total (environmental integrity). (5) Carying capacity, artinya seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan pariwisata tersebut mendapat manfaat. Tingkat kemanfaatan harus diperoleh secara dimensional baik bagi penyedia maupun wisatawan.
3.    Karakteristik Ekowisata
            Karakteristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata massal/konvensional. Pertama, kegiatan wisata, berkaitan dengan konservasi lingkungan. Meskipun motif ekowisata memiliki keterkaitan dengan beberapa prinsip pengembangan ekowisata namun di dalamnya terkandung makna untuk turut serta melestarikan ekonomi lingkungan. Bilamana wisatawan memiliki keterlibatan langsung dalam pelestarian lingkungan, diharapkan kesadaran akan keberadaan sumber daya dan lingkungan memudahkan wisatawan untuk terlibat dalam berbagai upaya pelestarian/konservasi. Ke-dua, usaha pariwisata tidak hanya menyiapkan sekedar atraksi wisata, akan tetapi menawarkan pula peluang untuk menghargai lingkungan secara berkesinambungan. Ke-tiga, usaha pariwisata memiliki tanggung jawab ekonomi dalam pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi dan dinikmati wisatawan melalui berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan yang dapat dikembalikan bagi kepentingan konservasi lingkungan dan kunjungan wisatawan untuk pengembangan lingkungan yang berkelanjutan yang dapat dinikmati oleh para pecinta dan pemelihara lingkungan berikutnya. Ke-empat, usaha pariwisata yang lebih banyak menggunakan sarana transportasi lokal, sarana akomodasi lokal, yang dikelola masyarakat setempat dan membedakan kehidupan masyarakat setempat dalam menumbuhkan pendapatan masyarakat dari berbagai kegiatan yang diakibatkan oleh kegiatan wisatawan di lokasi ekowisata yang dikunjunginya dan berdampak kepada tumbuhnya inovasi, kreativitas masyarakat dalam menggali berbagai sumber kegiatan positif yang menunjang terhadap interaksi lingkungan. Bilamana terdapat interaksi positif antara inovasi dan kreativitas masyarakat dengan wisatawan-eko, diharapkan terdapat saling pengertian terhadap apa yang boleh dilakukan wisatawan atau apa yang harus dibatasi oleh masyarakat terhadap potensi sumber daya yang dijadikan dasar pengembangan ekowisata dan dasar pengembangan inovasi kreativitas masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekowisata di daerahnya.

4.        Karakteristik pasar wisata
Karakteristik Pasar Ekowisata. Di tingkat global pertumbuhan pasar ekowisata tercatat jauh lebih tinggi dari pasar wisata secara keseluruhan. Berdasarkan analisis The International Ecotourism Society (2000) pertumbuhan pasar ekowisata berkisar antara 10-30 persen pertahun sedangkan pertumbuhan wisatawan secara keseluruhan hanya 4 persen. Tahun 1998 WTO memperkirakan pertumbuhan ekowisata sekitar 20 persen. Di Indonesia diperkirakan sekitar 25 persen wisman pada tahun 1996 merupakan ekowisatawan (ecotourist). Statistik ini menunjukkan bahwa pergeseran perilaku pasar wisata sedang berlangsung saat ini dan ekowisata diperkirakan akan menjadi pasar wisata yang sangat prospektif di masa depan (The International Ecotourism Society, 2000).
            Selain sisi permintaan dari sudut penawaran juga terlihat fenomena menarik dalam pasar ekowisata. Sekitar empat tahun yang lalu telah tercatat tidak kurang 600 penyelenggara perjalanan ekowisata yang – ini sangat penting dalam kaitan dengan karakteristik ekowisata – 85 persen di antaranya berskala kecil, yakni mempekerjakan kurang dari 20 orang. Meskipun berskala kecil, namun bisnis ekowisata ini mampu memutar omset sebesar US$ 250 juta (The International Ecotourism Society, 2000).
            Di samping itu ada beberapa kriteria lagi yang menjadi pertimbangan mereka untuk memilih produk – produk ekowisata (The International Ecotourism Socienty, 2000), yakni :
a.         Aspek pendidikan dan informasi. Wisatawan biasanya mempelajari lebih dahulu latar belakang sosial dan budaya masyarakat di daerah tujuan sebelum mereka memilih daerah tujuan wisata itu. Lebih dari 50 persen wisatawan Amerika dan Inggris mengaku menikmati pengalaman yang lebih baik dalam perjalanan ketika mereka sebelumnya mempelajari kebiasaan – kebiasaan, budaya, lingkungan, dan geografi masyarakat di negara tujuan.
b.          Aspek sosial budaya daerah tujuan wisata. Wisatawan menaruh perhatian besar pada budaya masyarakat di daerah tujuan wisata.
c.          Aspek lingkungan. Seperti disebutkan di atas, aspek lingkungan yang alamiah pada produk wisata menjadi incaran sebagian besar wisatawan global, mulai dari Amerika Utara sampai Eropa.
d.        Aspek estetika. Keindahan dan otensititas daya tarik wisata merupakan kebutuhan yang elementer dalam berwisata. Konservasi DTW menjadi penting dalam ekowisata.
e.          Aspek etika dan reputasi. Meskipun iklim, biaya dan daya tarik menjadi kriteria pilihan berwisata, namun wisatawan sangat peduli pada etika kebijakan dan pengelolaan lingkungan.






















BAB IV
PROSES PERENCANAAN EKOWISATA

1.        PENGANTAR
Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup hanya dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan mengantungkan hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata dan menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan wisata tersebut. Metode ini diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund (WWF) pada konfrensi tahunan ke-40 Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA). Ekowisata pada saat sekarang ini menjadi aktivitas ekonomi yang penting yang memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk dipelajari dan memahami betapa pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan budaya lokal. Pada saat yang sama ekowisata dapat memberikan generating income untuk kegiatan konservasi dan keuntungan ekonomi pada masyarakat yang tingal di sekitar lokasi ekowisata.
Kegiatan ekowisata biasanya berada didaerah tropis yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi dan banyak flora dan fauna yang bersifat endemik sehingga kondisi tersebut rentan untuk mengalami perubahan. Dari sisi nilai tambah ekowisata, ada kemungkinan dalam implementasi program tersebut apabila tidak direncanakan dengan baik maka akan sebaliknya yang asalnya mendukung terhadap kelestarian lingkungan hidup malah menjadi mendorong terjadinya kerusakan lingkungan hidup di daerah tersebut. Oleh karena itu dalam pengembangan ekowisata perlu adanya rencana pengelolaan yang mengacu kepada tujuan utama awalnya yaitu mendorong dilakukannya pengawetan lingkungan hidup, sehingga ekowisata perlu di rencanakan pengelolaannya dengan mengintergrasikan dalam pendekatan sistem untuk konservasi yang menggunakan desain konservasi.
Perencanaan ekowisata adalah alat untuk membimbing pengembangan pariwisata pada daerah yang dilindungi dengan melakukan sintesis dan menggunakan visi dari semua pemangku kepentingan untuk tujuan konservasi pada lokasi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata seharusnya mengambarkan jenis ekowisata apa yang dapat dilakukan atau kegiatan publik apa yang bisa dilakukan di daerah yang dilindungi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata ini juga biasanya mengembangkan pewilayahan (zoning) yang didesain dan yang diperbolehkan untuk kegiatan kepariwisataan.
Perencanaan pengelolaan ekowisata harus mengacu kepada rencana pengelolaan umum (General Mangement Plan) dan rencana daerah konservasi (Site Conservation Plan). Rencana pengelolaan umum ini menjelaskan tujuan dan umum dan tujuan khusus yang telah disusun untuk sistem konservasi pada daerah yang dilindungi. Pada rencana ini terdapat pewilayahan, strategi, program dan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum dan tujuan khusus. Rencana daerah konservasi merupakan komponen dari perencanaan pengelolaan umum yang lebih fokus pada kasus-kasus dan alternatif strategi untuk mengatasi ancaman-ancaman terhadap kegiatan konservasi yang dilakukan dan mungkin salah satunya adalah kegiatan ekowisata.
2.        Perumusan gagasan
            Dalam menyiapkan rencana pengelolaan ekowisata tim penyusun harus terlebih dahulu menyepakati formatnya terlebih dahulu, akan tetapi secara umum format rencana pengelolaan ekowisata adalah sebagai berikut:
2.1  Visi, tujuan dan strategi
Pada rencana pengelolaan ekowisata harus dituliskan visi dari kegiatan ini yang berisi tentang projeksi secara komprehensif mengenai daerah yang dilindungi beberapa tahun kedepan. Tujuan adalah cita-cita yang lebih spesifik dari pada visi yang diharapkan dari pelaksanaan ekowisata didaerah tersebut misalnya dampak pariwisata yang rendah, ada keuntungan bagi komunitas lokal, ada dukungan finasial dan pendidikan untuk konservasi dll. Strategi adalah tahapan essensial yang menjembatani tujuan dengan aktivitas-aktivitas, kadang-kadang strategi dalam kondisi praktis digantikan tujuan khusus.
2.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus adalah tujuan dari program-program yang dikembangkan dari strategi-strategi yang ada. Kumpulan dari tujuan khusus secara resultan harus menjadi tujuan dari rencana pengelolaan ekowisata.
2.3  Aktivitas
 Aktivitas adalah kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan tujuan khusus
2.4 Pewilayahan
Sistem pewilayahan adalah pengaturan wilayah-wilayah yang dapat dan  tidak dapat digunakan untuk kegiatan ekowisata.
2.5  Memfasilitasi pelaksanaan
Untuk memfasilitasi pelaksanaan maka diperluakan jadwal pelaksanaan, rencana khusus untuk wilayah tertentu, membentuk komite penasehat pelaksanaan ekowisata, dan melakukan monitoring dan evaluasi.
3.    Analisis SWOT
3.1     Keunggulan
Jenis flora dan Fauna yang Beragam : di TSTJ banyak fauna yang dapat menjadi potensi wisata untuk sarana edukasi terutama anak-anak. Bukan hanya fauna, tetapi di TSTJ juga terdapat beragam flora dari berbagai jenis yang dapat menjadi sarana edukasi, rekreasi dan membuat TSTJ menjadi lebih sejuk dan nyaman.
Lokasi : Lokasi yang berada di daerah pinggir Bengawan Solo yang terletak di sebelah timur kota Surakarta, membuat TSTJ mudah untuk diakses dan menjadi salah satu wisata unggulan kota Surakarta.
3.2     Kelemahan
Kondisi lingkungan dan fasilitas yang tidak bersih, tidak terawat dan kumuh dengan keberadaan pedagang yang tidak tertata; Prasarana & sarana/ fasilitas (operasional, pelayanan, taman satwa, wahana rekreasi) yg perlu direhab/ direvitalisasi. Telaga yg airnya tercemar. Kondisi kebun binatang yang sudah uzur; banyak kandang satwa yang memerlukan perbaikan dan direvitalisasi, fasilitas tdk lengkap/ belum standar Taman Satwa/ tidak standar konservasi;  beberapa satwa kelebihan populasi dan ada tidak mempunyai pasangan
3.3               Kesempatan
TSTJ dapat dijadikan tempat rekreasi edukasi yang berwawasan lingkungan yang populer skala nasional.
3.4               Ancaman
Anggapan masyarakat terhadap TSTJ yang menilai bahwa TSTJ merupakan tempat wisata yang kurang menarik dan populer dapat menyebabkan tidak maksimalnya jumlah pengunjung. Kurang sadarnya pengunjung untuk menjaga kebersihan, keindahan dan keamanan TSTJ juga dapat menyebabkan fasilitas yang ada cepat rusak dan tidak terawat
4          Studi Kelayakan
            TSTJ merupakan tempat wisata yang menyimpan banyak potensi yang dapat dikembangkan. Mulai dari tempat yang strategis, flora dan fauna hingga sajian budaya dan kuliner. Taman Jurug atau Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) merupakan obyek wisata Kota Sala yg berisi “kebun binatang”, taman yg di dalamnya terdapat ribuan flora dan ratusan pohon besar, permainan anak/ wahana rekreasi keluarga, Sanggar Gesang, terletak di pinggir Sungai Bengawan Solo. Taman Jurug menjadi Taman Satwa Taru Jurug pada tahun 1980-an. Namun dalam perkembangannya, TSTJ mengalami penurunan kualitas dari sisi daya tarik wisata, manajemen, citra serta pengelolaan Taman satwa.
5          Strategi Untuk Meningkatkan Daya Tarik TSTS
5.1     Peningkatan Produk Wisata
                                    Revitalisasi TSTJ => Kawasan Wisata yang yang memadukan sarana Konservasi Fauna, Flora dan Lingkungan; Edukasi; Budaya; Rekreasi Hiburan dan Jasa Wisata, serta mempunyai daya tarik wisata yang tinggi.
5.2     Manajemen
Penerapan peraturan/ tata tertib perusahaan dan Prosedur untuk
pengelolaan yang mengacu Tata Pengelolaan Taman Satwa dan Tata Kelola Perusahaan yang Baik, Manajemen Pariwisata dan Manajemen Pelayanan.
5.3               Pengembangan SDM & memenuhi kesejahteraan Pegawai
5.4               Pembiayaan
Pendanaan revitalisasi TSTJ ditempuh melalui kerjasama dengan investor.
5.5               Pemasaran
Memperluas area pasar wisatwan : DIY & Jateng,  Jawa Timur bagian Barat, Jawa Barat bagian pantura & timur, wisatawan  yang ke Solo. Segmentasi : Anak-anak & keluarga,  remaja, pelajar dan profesional serta komunitas. Program promosi  yang efetif  dan event.


















BAB VI
GAGASAN AWAL RENCANA PROYEK

A.  Penentuan Tujuan Dan Sasaran
Tujuan didirikannya Tawan Satwa Taru Jurug (TSTJ)  adalah sebagai berikut :
·         Untuk mengembangkan aspek sosial dan budaya kota Solo
·         Untuk mengembangkan hiburan dan kepariwisataan di kota Solo
·         Untuk meninngkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Solo
Dari tujuan berdirinya TSTJ tersebut dengan berjalannya waktu, ketiga tujuan tersebut belum sepenuhnya terwujud, karena terhalang oleh danayang diperolehdan dukungan dari pemerintah kota sendiri serta kepemilikan tanah TSTJ yang belum resmi menjadi milik TSTJ karena masih merupakan milik PEMDA SOLO. Sehingga pengelolaan TSTJ belum bisa leluasa dalam melakukan revitalisasi atau peremajaan TSTJ sendiri.
Sementara itu, sasaran yang ingin dicapai atau dituju dalam pembangunan TSTJ adalah memberikan edukasi atau pengetahuan tentang flora dan fauna yang terdapat di TSTJ khususnya bagi anak-anak, sehingga setelah datang atau mengunjungi TSTJ anak-anak tersebut dapat mengenal lebih jauh tentang flora dan fauna, terutama jenis fauna (hewan) yang ada di TSTJ. Selain itu, bagi mahasiswa terutama mahasiswa Biologi dapat menjadi obyek penelitian baik flora, fauna maupun ekologi atau lingkungan yang ada di TSTJ. Bagi orang tua dapat digunakan sebagai rekreasi atau hiburan untuk menghilangkan atau mengurangi kepenatan akibat pekerjaan dan kesibukan sehari-hari. Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk refreshing dan waktu untuk bersama keluarga. Sejauh ini sasaran yang sudah dicapai TSTJ sudah mencapai kira-kira 70%, dari pemanfaaatan sarana prasarana yang ada di TSTJ oleh wisatawan yang berkunjung. Dengan pembangunan TSTJ ini, tidak hanya wisatawan terutama anak-anak saja yang diuntungkan, tetapi pihak PEMDA kota Solo juga diuntungkan dalam hal penambahan atau peningkatan PAD kota Solo. 
B.  Analisis Terhadap Kebijakan Ekowisata Lokal
Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan
industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Ekowisata pada saat sekarang ini menjadi aktivitas ekonomi yang penting yang memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk dipelajari dan memahami betapa pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan budaya lokal. Pada saat yang sama ekowisata dapat memberikan generating income untuk kegiatan konservasi dan keuntungan ekonomi pada masyarakat yang tingal di sekitar lokasi ekowisata.
Dalam pengembangan ekowisata perlu adanya rencana pengelolaan yang mengacu kepada tujuan utama awalnya yaitu mendorong dilakukannya pengawetan lingkungan hidup, sehingga ekowisata perlu di rencanakan pengelolaannya dengan mengintergrasikan dalam pendekatan sistem untuk konservasi yang menggunakan desain konservasi.
Perencanaan ekowisata adalah alat untuk membimbing pengembangan pariwisata pada daerah yang dilindungi dengan melakukan sintesis dan menggunakan visi dari semua pemangku kepentingan untuk tujuan konservasi pada lokasi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata seharusnya mengambarkan jenis ekowisata apa yang dapat dilakukan atau kegiatan publik apa yang bisa dilakukan di daerah yang dilindungi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata ini juga biasanya mengembangkan pewilayahan (zoning) yang didesain dan yang diperbolehkan untuk kegiatan kepariwisataan.
Perencanaan pengelolaan ekowisata harus mengacu kepada rencana pengelolaan umum (General Mangement Plan) dan rencana daerah konservasi (Site Conservation Plan). Rencana pengelolaan umum ini menjelaskan tujuan dan umum dan tujuan khusus yang telah disusun untuk sistem konservasi pada daerah yang dilindungi. Pada rencana ini terdapat pewilayahan, strategi, program dan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum dan tujuan khusus. Rencana daerah konservasi merupakan komponen dari perencanaan pengelolaan umum yang lebih fokus pada kasus-kasus dan alternatif strategi untuk mengatasi ancaman-ancaman terhadap kegiatan konservasi yang dilakukan dan mungkin salah satunya adalah kegiatan ekowisata.
            Dalam menyiapkan rencana pengelolaan ekowisata tim penyusun harus
terlebih dahulu menyepakati formatnya terlebih dahulu, akan tetapi secara umum format rencana pengelolaan ekowisata adalah sebagai berikut:
1. Visi, tujuan dan strategi
2. Tujuan khusus
3. Aktivitas
4. Pewilayahan
5. Memfasilitasi pelaksanaan
6. Lampiran
7. Peta dan grafik pendukung
C. Pemilihan Prioritas Strategi Pelaksanaan Proyek

            Menurut Gamal Suwantoro (1997:19), unsur pokokyang harus mendapat perhatian guna menunjangpengembangan pariwisata di daerah tujuan yangmenyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan danpengembangan meliputi lima unsur :
(1)   Objek dan daya tarik wisata
Merupakan sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu yang menjadi inti dari berkembangnya industry pariwisata.
(2)   Prasarana wisata
Merupakan semua fasilitas yang dapatmemungkinkan proses perekonomian berjalan denganlancar sedemikian rupa, sehingga dapat mempermudahkegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhannya, disamping itu merupakan sumber daya alam dansumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan olehwisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan pariwisata,seperti jalan, listrik, air, rumah sakit, telekomunikasi,terminal, jembatan, dan lain sebagainya.
(3)   Sarana wisata
Merupakan perusahaan-perusahaanyang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secaralangsung atau tidak langsung dan merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yangdiperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalammenikmati perjalanan wisatanya.
(4)   Tata laksana/infrastruktur
Menyangkut pemilihan cara penanganan rencana proyek yang tepat dan efektif beserta komponen yang mendukung pembangunan objek wisata.
(5)   Masyarakat/lingkungan
Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akanmenyambut kehadiran wisatawan tersebut dansekaligus akan memberikan layanan yang diperlukanoleh para wisatawan. Untuk ini masyarakat di sekitarobjek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dankualitas layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Lingkungan alam di sekitar objek wisatapun perludiperhatikan dengan seksama agar tak rusak dantercemar. Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alamdi suatu objek wisata merupakan lingkungan budayayang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidupmasyarakat (Gamal Suwantoro, 1997: 24).
Dari kelima aspek tersebut yaituobjek dan daya tarik wisata, prasarana, sarana, tata lakasana/infrastruktur serta masyarakat/lingkungan wisata harus merupakan prioritas utama dalam perencanaan pembangunan proyek pariwisata dikarenakan merupakan faktor pendukung yang utama dan vital bagi keberjalanan dan eksistensi pariwisata. Dalam pemilihan prioritas utama strategi perencanaan proyek Tawan Satwa Taru Jurug (TSTJ)  perlu diperhatikan aspek ekologi atau lingkungannya, menyangkut kelangsungan keseimbangan ekosistem makhluk hidup  di lingkungan tempat wisata tersebut dan perlu dijaga kelestarian lingkungannya tidak hanya berpusat pada segi ekonomi mengenai pendapatan atau keuntungan yang akan diperoleh. Hal ini merupakan prinsip dari ekowisata, yangmana menjadikan tempat wisata sebagai konservasi flora dan fauna sehingga tidak hanya keuntungan dari segi ekonomi yang akan diperoleh tetapi juga terciptanya keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan.
Langkah yang sistematis menghasilkan strategi dengan peluang keberhasilan yang tinggi. Disamping itu perlu untuk melakukan beberapa penyesuaian strategi sesuai kebutuhan aplikasi di proyek.Kemampuan daya dukung sumberdaya dan lingkungan merupakanlangkah awal yang penting untuk diketahui guna mendukung pengembanganpariwisata berkelanjutan. Pengembangan pariwisata yang tidak terkendali akanmengarah kepada kerusakan sumberdaya dan lingkungan sekitarnya. Selain haltersebut aspek sosial ekonomi dalam kaitannya dengan pengembangankepariwisataan perlu diatur secara komprehensif dan terpadu dengan aspeksumberdaya dan lingkungan. Pengaturan ini dimaksudkan untuk dapatmenciptakan suatu keadaan yang tertib, aman, nyaman, menarik bagi wisatawanmaupun penduduk setempat.




















BAB VII
PENYUSUNAN RENCANA PROYEK REVITALISASI

1.      Pendahuluan
Pariwisata yang merupakan kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain hari ini semakin berkembang sejalan dengan perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Misal perubahan sosial di suatu lokasi wisata yang berkembang amat cepat, sangat luas terutama di lokasi wisata yang banyak dikunjungi oleh turis asing sebab Indonesia yang merupakan negara akan budaya berpotensi besar menarik wisatawan manca negara.Hal ini dikarenakan di dalam pariwisata yang dijual adalah lingkungan. Dimana lingkungan ini mencakup lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan biotik seperti yang telah kita ketahui meliputi mahluk hidup yang hidup di sekitar kawasan wisata sedangkan lingkungan abiotik juga meliputi lingkungan budaya.
Begitu pula halnya dengan lokasi wisata Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) yang terletak di kota Solo. Kota Solo mungkin memang berukuran kecil dibanding kotamadya lain di Jawa Tengah namun auranya tidak kalah dengan kota-kota besar di Indonesia. Hal ini tidak lain karena Solo memiliki sejarah masa lalu dan masih terasa pengaruhnya hingga kini. Dan hal ini dikarenakan adanya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kerajaan ini memiliki sejarah panjang dan merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram Islam. Hal ini menjadikan kota Solo sebagai kota budaya yang dapat menarik banyak wisatawan. TSTJ yang letaknya strategis baik dari Kota Solo maupun dari kota-kota di sekitarnya seperti Karanganyar, Sragen, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo karena letaknya persis di pinggir jalan utama antar kota antar propinsi yang menghubungkan Solo dengan Karanganyar, juga bersebelahan dengan Sungai Bengawan Solo yang legendaris. Sehingga praktis, masyarakat dari manapun bisa singgah ke TSTJ. TSTJ terletak di Jalan Ir. Soetami bersebelahan dengan kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) ini.
TSTJ yang lebih sering dikenal masyarakat dengan Kebun Binatang Jurug menyimpan aneka fauna di dalamnya. Selain itu pohon-pohon yang tinggi dan rindang ini cukup membuat suasana sejuk seperti di hutan habitat asli binatang-binatang itu. Di dalam TSTJ ini juga terdapat danau kecil yang nampak Pulau kecil yang ditinggali orang utan. Selain itu juga terdapat taman Gesang, aneka barang dagangan dari makanan, cindera mata dan mainan anak- anak.
TSTJ ini dahulu sempat menjadi andalan pariwisata di kota Solo ini, kini seakan kehilangan pamornya karena kurangnya pengelolaan selama bertahun- tahun. Hal ini menyebabkan pemasukan dana bagi perawatan tempat dan hewan menurun. Hewan-hewan yang ada di dalamnya pun jadi kurang terawat. Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab berkurangnya pengunjung yang datang. Namun demikian semua ini belum terlambat apabila pemerintah, pengelola dan masyarakat sekitar ikut andil dalam menjadikan TSTJ ini menjadi primadona kota Solo. Begitu pula yang dilakukan oleh mahasiswa FMIPA jurusan Biologi dari Universitas Sebelas Maret yang mengikuti mata kuliah Ekologi Pariwisata ini mengadakan kunjungan ekowisata ke TSTJ yang diharapkan dapat menganalisis kondisi TSTJ kemudian membuat perencanaan ekowisata yang diharapkan dapat membantu pengembangan TSTJ sebagai kawasan ekowisata andalan bagi kota Solo.
2.      Tujuan dan Sasaran Proyek
2.1     Tujuan Proyek
                 Upaya revitalisasi ini Taman Satwa Taru Jurug meliputi upaya restorasi, rehabilitasi dan/atau rekonstruksi. Hal ini dimaksudkan untuk memvitalkan kembali Taman Satwa Taru Jurug yang dahulu pernah menjadi andalan kota Solo namun kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Dalam pelaksanaan revitalisasi ini diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan. Jadi yang perlu direvitalisasi di Taman Satwa Satu Jurug tidak hanya pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat setempat dan masyarakat luas. Selain itu peran teknologi informasi juga diperlukan terkait pengelolaan yang melibatkan banyak pihak.
Revitalisasi Taman Satwa Taru Jurug diharapkan dapat mewujudkan dan mengembangkan Taman Wisata  yang menjadi sarana konservasi fauna dan flora, edukasi; sosial, budaya, rekreasi hiburan, dan usaha wisata / jasa kepariwisataan  yang memiliki daya tarik wisata yang tinggi; serta selaras untuk mewujudkan fungsi kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berisi Taman Satwa, Konservasi Flora dan Hutan Kota.
Sebagai kawasan lindung, Kawasan Taman Jurug menjadi Kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan lingkungan, yaitu kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat (kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo), Ruang Terbuka Hijau dan cagar budaya.  Optimalisasi fungsi sebagai kawasan resapan air, kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo, dan Ruang Terbuka Hijau, akan memberikan nilai lebih pada lingkungan/ kawasan lindung. Tujuan dari proyek revitalisasi Taman Satwa Taru Jurug, yaitu:
·         Meningkatkan kualitas produk wisata dari Taman Satwa Taru Jurug
·         Menjadikan Taman Satwa Taru Jurug ini kawasan Wisata yang yang memadukan sarana konservasi fauna, flora dan lingkungan; edukasi; budaya; rekreasi hiburan dan jasa wisata, serta mempunyai daya tarik wisata yang tinggi
·         Membangun taman wisata yang ramah lingkungan
2.2  Sasaran proyek
Sasaran proyek revitalisasi meliputi pengunjung dari kalangan anak- anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia.  Taman Satwa Taru Jurug di dalamnya terdapat koleksi fauna, flora yang tinggi dan rindang cukup membuat suasana sejuk seperti di hutan habitat asli binatang-binatang itu. Di dalam TSTJ ini juga terdapat danau kecil yang nampak Pulau kecil yang ditinggali orang utan. Selain itu juga terdapat taman Gesang, aneka barang dagangan dari makanan, cindera mata dan mainan anak- anak serta pertunjukan budaya pada even-even tertentu. Hal ini menjadi daya tarik para wisatawan lokal dari berbagai kalangan usia tersebut. Untuk wisatawan yang tua umumnya ingin paket yang santai, tidak berat, menarik dan fasilitas sesuai kemampuannya dapat tersedia seperti tempat berteduh, melihat fauna dengan aman dan nyaman, pertunjukan budaya. Para wisatawan yang muda ingin mendapat banyak pengalaman dari flying fox misalnya, melihat fauna dengan rincian karakteristiknya di depan kandang karena mungkin mereka dari kalangan pelajar atau mahasiwa yang sedang melakukan penelitian, sedangkan yang paling utama penggemar dari TSTJ ini adalah anak- anak yang sedang belajar dan mengenal aneka hewan, mereka juga senang bermain dengan fasilitas permainan, dan cinderamata yang dapat dimainkan.
3.      Program dan Kegiatan untuk Mencapai Tujuan
Progam dan kegiatan dari kawasan ekowisata Taman Satwa Taru Jurug harus dikelola profesional, yaitu dengan pemasaran yang spesifik menuju tujuan wisata, ketrampilan dan layanan kepada pengunjung secara intensif, keterlibatan penduduk lokal dalam memandu/menerjemahkan obyek wisata, kebijakan pemerintah (subsidi) dalam kerangka melindungi aset lingkungan dan kultural serta pengembangan kemampuan penduduk lokal. Secara umum produk ekowisata meliputi sumberdaya alam, atraksi, fasilitas, infrastruktur, jasa, pandangan/image, dan simbol dari suatu nilai budaya yang menawarkan manfaat yang menarik kepada konsumen. Untuk mencapai tujuan bahwa Taman Satwa Satu Jurug akan direvitalisasi menjadi kawasan ekowisata yang menarik dan andalan di kota Solo, dilakukan atraksi ekowisata yang dapat menarik seseorang untuk berkunjung di Taman Satwa Taru Jurug tersebut. Untuk meningkatkan daya tarik ekowisata Taman Satwa Taru Jurug diperlukan suatu program kegiatan rekreasi dan apresiasi alam disesuaikan dengan kekuatan dan potensi yang memungkinkan dari Taman Satwa Taru Jurug, antara lain:
A.    Pengembangan kegiatan Rekreasi Edukatif (Edutainment) berbasis Konservasi dengan pola outbond yang memanfaatkan potensi alam (flora dan landskap) serta fauna.
·         Penyediaan fasilitas edukasi konservasi fauna,
·         Penyatuan paket wisata edukasi konservasi fauna, pelaksanaan program/ pekerjaan konservasi fauna (perawatan/pemeliharaan satwa)
dan wahana rekreasi outbond.
·         Penyediaan fasilitas/ wahana outbond  seperti Flying Fox, Rumah Pohon, Jaring Laba-Laba dsb.
·         Penyediaan fasilitas pendukung.
B.     Pengembangan Taman  Konservasi Flora dan Lingkungan (Eco-Park) yang terintegrasi dengan Taman Satwa memberikan nilai tambah sebagai kawasan lindung, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan bioteknologi, rekreasi dan atau budidaya.
·         Penyediaan fasilitas edukasi konservasi fauna,
·         Penyatuan paket wisata edukasi konservasi fauna, pelaksanaan program/ pekerjaan konsrevasi fauna (perawatan/pemeliharaan satwa) dan wahana rekreasi outbond.
·         Peningkatan kualitas hutan kota di Taman Satwa Taru Jurug dengan keaneka ragaman flora di Indonesia.
·         Penyatuan hutan kota/ Taman  Konservasi Flora dan Lingkungan dengan Taman Satwa dalam zona konservasi fauna dan flora.
C.     Penyediaan fasilitas pendukung
4.      Tugas dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Stakeholder Ekowisata terdiri dari  pemerintah, swasta, LSM, penduduk lokal, perguruan tinggi, organisasi internasional.
Peran stakeholder :
1.      Pemerintah
Berperan melalui kebijakan fiskal yang dibuatnya meliputi perpajakan (dan tarif), investasi, infrastruktur, keamanan atau profesional aparat pemerintah.
2.      Sektor swasta
Berperan dalam pengelolaan fasilitas dan akomodasi, informasi, produk wisata, tujuan wisata dan kualitas pelayanan.
3.      Pengunjung atau wisatawan
Berperan dalam aliran ekonomi, pengalaman, pendidikan lingkungan, nilai lokal, kepuasan, membentuk opini tentang lingkungan
4.      Penduduk lokal
Berperan sebagai subyek dan obyek ecotourism, kesejahteraan, kerangka berpikir penduduk lokal digunakan untuk saran kebijakan.
5.      Lembaga masyarakat
Berperan dalam memfasilitasi stakeholder yang terancam, advokasi, fungsi politis untuk mengangkat isu-isu kemiskinan, ketidak adilan dan dampak kerusakan lingkungan agar diperbaiki keadaannya.
5.      Strategi Pemasaran
5.1     Peningkatan Produk Wisata
TSTJ sebagai kawasan wisata yang yang memadukan sarana konservasi fauna, flora dan lingkungan; edukasi; budaya; rekreasi hiburan dan jasa wisata, serta mempunyai daya tarik wisata yang tinggi maka dilakukan peningkatan kualitas dan kuantitas dari fasilitas produk wisata, antara lain :
·         Penambahan fauna agar lebih bervariasi dan lebih menarik minat pengunjung
·         Penanaman flora yang berwarna seperti berbagai jenis bunga yang ditata sedemikian rupa sehingga terbentuklah estetika taman yang indah
·         Disediakan tempat sampah yang cukup dan dipisahkan antara sampah organik dan anorganik selain itu juga dilakukan pengawasan rutin dan diberi peringatan jika perlu dikenakan denda bagi yang membuang sampah sembarangan
·         Lebih baik dibuat habitat hidup hewan-hewan dengan pembatas berupa parit-parit dan penataan lainnya agar keamanan pengunjung juga terjamin, agar hewan-hewan tersebut tidak merasa terkurung dan stress saat di kerangkeng atau jika masih di krangkeng dilakukan penataan yang terstruktur yang kondisinya mendekati habitatnya
·         Menggaungkan slogan-slogan animal welfare, kepedulian terhadap lingkungan, satwa dan flora pada papan-papan di berbagai sudut lokasi taman.
·         Menambahkan deskripsi di setiap depan kandang satwa untuk sarana edukasi pengunjung.
·         Memperbaiki diorama yang berisi gajah awetan dan hewan lain di pintu masuk lalu diberi deskripsi bernilai sejarah agar menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
·         Bekerjasama dengan masyarakat pedagang di sekitar taman untuk menjual barang dagangan yang akan menjadi ciri khas apabila berkunjung ke TSTJ
·         Melakukan perawatan pada taman Gesang yaitu memperbaiki jalan-jalan dan tembok yang runtuh dan licin, monumen pesawat  dan arena bermain anak yang rusak, serta pemotongan berkala pohon- pohon besar di taman Gesang tersebut untuk menambah intensitas cahaya yang masuk sehingga mengurangi suhu yang terlalu lembab.
·         Pengembangan program kegiatan rekreasi dan apresiasi alam di TSTJ
·         Digelar even- even budaya insidental dan mingguan seperti Jaka Tingkir, keroncongan
5.2  Manajemen
·         Penerapan peraturan/ tata tertib perusahaan dan prosedur untuk pengelolaan yang mengacu tata pengelolaan taman satwa dan tata kelola perusahaan yang baik, manajemen pariwisata dan manajemen pelayanan
·         Pengembangan SDM dan memenuhi kesejahteraan pegawai TSTJ
5.3  Pembiayaan
Pendanaan revitalisasi TSTJ ditempuh melalui kerjasama dengan investor.
5.4 Pemasaran
·         Memperluas area pasar wisatawan : DIY & Jateng,  Jawa Timur bagian Barat, Jawa Barat bagian pantura & timur, wisatawan  yang ke Solo
·         Segmentasi : Anak-anak & keluarga,  remaja, pelajar dan profesional serta komunitas.
·         Program promosi  yang efektif  dan event.
6.    Anggaran Biaya Proyek
Modal awal                                                                             Rp. 290.000.000,00
perbaikan kandang                                                                  Rp.  40.000.000,00
peningkatan pakan & vitamin                                                 Rp.   15.000.000,00
pengecekan kesehatan hewan(pengobatan)                            Rp.   10.000.000,00
kenaikan gaji& intensif pegawai                                             Rp.   80.000.000,00
festival hari libur                                                                     Rp.   20.000.000,00
perbaikan sarana & prasarana (toko, kmar mandi, dll            Rp.   50.000.000,00
proses ijin lembaga konservasi sampai dgn penerapan LK    Rp.   15 .000.000,00
penambahan wahana bermain                                                 Rp.   25.000.000,00
penambahan satwa                                                                  Rp.   30.000.000,00
biaya tak terduga                                                                    Rp.     5.000.000,00
Dari anggaran diatas berarti keuntungan didapatkan dari harga tiket yang dibayar oleh pengunjung yang datang yang masih digunakan untuk membayar pajak. Kemudian jika mendapatkan dana sebesar Rp. 1.400.000.000,00 (1,4 milyar rupiah) yang digunakan untuk revitalisasi maka perbaikan fasilitas, penambahan fasilitas, peningkatan produk wisata seharusnya dapat lebih besar atau lebih banyak lagi begitu pula dengan keuntungannya tersisa lebih banyak setelah menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah)  di PEMKOT SOLO.
7.      Jadwal rencana kerja
Menurut apa yang disampaikan oleh direktur utama TSTJ rencana dilakukannya revitalisasi TSTJ akan dilaksanakan setelah selesai melakukan pengalihan hak tata guna lahan yang ternyata masih berada di pemkot Surakarta. Karena masalah itulah yang menyebabkan TSTJ tidak segera di revitalisasi. Selain itu,TSTJ juga sedang menunggu datangnya investor yang mau ikut serta dalam mengembangkan kawasan wisata TSTJ menjadi kawasan wisata berbasis ecowisata. Jadi jika kedua hal tersebut belum terpenuhi dari pihak TSTJ sendiri belum akan melakukan revitalisasi.
8.      Metode untuk Mengendalikan Pencapaian Tujuan
Perencanaan pengembangan ekowisata harus didasarkan pada regulasi secara nasional maupun kesepakatan secara internasional. Seluruh regulasi dan kesepakatan internasional dijadikan dasar dan landasan untuk pengembangan ekowisata nasional. Sementara pengembangan ekowisata regional atau lokal yang  menjadi kondisi sementara TSTJ saat ini didasarkan pada regulasi di daerah serta persepsi dan preferensi masyarakat. Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu harus dilakukan perencanaan meliputi perencanaan wilayah ekowisata yang meliputi legislasi, penataan ruang, litbang, infrastruktur, pemasaran di tingkat nasional, lalu di tingkat ekosistem dan di tingkat mikro yang meliputi komunitas dan ekonomi lokal, desa, dan budaya lokal. Selain itu juga dilakukan perencanaan manajemen meliputi :
o   Faktor ekologi dan sosial merupakan dasar bagi berbagai pemanfaatan dan menjadi dasar tatanilai pengelolaan.
o   Organisasi manajemen yang ditujukan untuk melindungi tatanilai asli saat area dikembangkan.
o   Produk atau jasa ekowisata memiliki karakteristik lokal dan khas Soloyang berbeda dengan jasa pariwisata umumnya.
o   Karakteristik layanan jasa ekowisata terletak pada kualitas, pengendalian dan manfaat (high quality, low volume dan high value added).
o   Perencanaan manajemen yang berada dalam konteks pengembangan wilayah dan berjangka panjang.




BAB VII
PEMBAHASAN

1.        Upaya penanggulangan analisis SWOT

Dari hasil analisis SWOT, dapat dilakukan beberapa upaya penanggulangan yang dapat meningkatkan kelemahan-kelamahan maupun menguatkan kelebihan yang terdapat pada Taman Satwa Taru Jurug. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
·         Dilakukan pengeloaan pembuangan sampah, seperti pembagian kategori sampah menjadi organik (kertas, sisa makanan, daun), anorganik (plastik, sterofoam), dan logam. Atau bisa juga menerapkan sistem seperti yang dilakukan di Taipei atau Jepang, sampah dibagi ke dalam 5 kategori, yaitu sampah organik(daun-daun, sisa makanan), plastik, kertas, logam, dan pecah belah. Kemudian sampah-sampah yang sudah terpisahkan tersebut dapat diolah sesuai jenis sampahnya.
-          Kertas dapat didaur ulang kembali menjadi kertas daur ulang.
-          Sampah dedaunan dapat dijadikan pupuk, dengan membangun suatu tempat pengolahan khusus pupuk (rumah kompos).
-          Sampah logam yang kandungannya dapat mencemari lingkungan dapat diolah dengan dimanfaatkan kembali atau diserahkan kepada pengumpul logam (bagi yang sudah tidak dapat dimanfaatkan). Pemanfaatan kembali logam, dapat dijadikan barang kerajinan.
-          Barang pecah belah dapat diserahkan ke pengumpul untuk diuraikan kembali agar bisa digunakan lagi.
-          Plastik yang masih dapat di daur ulang, dapat direcycle kembali. Seperti plastik botol minuman atau sedotan dapat dimanfaatkan menjadi produk kerajianan. Sedangkan plastik yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, dapat dihancurkan dengan di bakar atau mencari solusi lain lebihramah lingkungan.
·         Pengelola TSTJ seharusnya berasal dari pakar atau mereka yang mengerti mengenai  hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Dengan mengerti porsinya masing-masing, maka pengelolaan TSTJ dapat lebih baik, dan tertata.
·         Agar TSTJ dapat berkembang sesuai harapan pemerintah seharusnya memberikan sokongan dana yang cukup untuk menjalankan pengelolaan dan mendukung penuh upaya yang akan dilakukan untuk memajukan TSTJ. Serta diberikan pengawas atau bidang khusus yang mengelola TSTJ.
·         Fasilitas yang disediakan oleh pengelola harus sesuai dengan tiket masuknya.
·         Pengelola harus memberikan rasa nyaman, tenang, dan aman bagi pengunjung, sehingga akan semakin banyak pengunjung yang mau datang ke TSTJ.
·         Dilakukan penambahan jenis fauna agar lebih bervariasi dan lebih menarik minat pengunjung. Namun, disertai ketersediaan tenaga ahli dalam bidang hewan serta fasilitas kandang yang baik dan menyesuaikan habitat aslinya agar hewan merasa betah dan tidak tertekan. Selain itu, pembuatan kandang yang aman, agar tercipta kandang yang aman, sehingga tidak mengancam pengunjung. Menambahkan deskripsi di setiap depan kandang satwa untuk sarana edukasi pengunjung.
·         Penanaman berbagai jenis flora yang berwarna seperti berbagai jenis bunga yang ditata sedemikian rupa sehingga terbentuklah estetika taman yang indah. Letak penanaman pohon-pohon besar juga perlu dipertimbangkan,agar tidak malah merusak atau mengancam pengunjung atau hewan.
·         Peremajaan warung tempat dagang. Warung dapat dikelompokkan menjadi satu tempat khusus yang menjual aneka jenis makanan. Sehingga terkesan lebih tertata. Selain itu, ada tempat khusus yang menjual souvenir-souvenir yang berhubungan dengan TSTJ.
·         Dilakukan pembersihan rumput-rumput liar yang tinggi dan penebangan pohon-pohon besar secara berkala.
·         Dilakukan pembentukan sistem jalan satu arah ke seluruh area kebun binatang agar semua hewan yang ada dapat dilihat oleh pengunjung dan pengunjung pun tidak harus berbalik arah untuk kembali pulang.
·         Mencari investor untuk Taman Satwataru Jurug, sehingga beban biaya dalam perawatan kebun binatang tersebut tidak membebani pemerintah daerah.
·         Penataan letak kandang yang terstruktur. Misalnya penempatan hewan dikelompokkan sesuai kelasnya, satu wilayah berisi Aves semua atau Reptil semua, dan sebagainya.
·         Pembersihan area danau dan sekitar danau, karena banyak pemancing di area tersebut sehingga tidak dipungkiri jika terdapat banyak sampah. Seharusnya tidak boleh ada yang memancing disana karena merusak estetika. Selain itu, dilakukan pembersihan danau secara berkala agar air tidak terlihat begitu kotor. Karena air di danau juga berasal dari luar TSTJ, hendaknya dilakukan pembuatan saluran air baru yang memisahkan antara air limbah dengan air danau agar tidak tercampur. Untuk mengatasi kekeruhan air danau dapat dilakukan dengan pengerukan endapan dan salitasi perairan
·         Menggaungkan slogan-slogan animal welfare, kepedulian terhadap lingkungan, satwa dan flora pada papan- papan di berbagai sudut lokasi taman.
·         Memperbaiki diorama yang berisi hewan awetan dan diberi deskripsi lengkap bernilai sejarah agar menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
·         Memperbaiki dan meningkatkan fasilitas kemudian promosi tentang TSJ dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk memanjakan pengunjung seperti masjid yang berada di pinggiran danau, arena bermain anak, kereta mini untuk mengelilingi Taman Jurug, taman Gesang, aneka barang dagangan dan warung yang bervariasi serta fasilitas menunggang gajah dan unta, penampilan budaya pada waktu tertentu (promosi Taman Jurug sebagai Taman Satwa Taman Budaya Surakarta sekaligus) digalakkan.
·         Melakukan perawatan pada taman Gesang yaitu memperbaiki jalan-jalan dan tembok yang runtuh dan licin, monumen pesawat  dan arena bermain anak yang rusak, serta pemotongan berkala pohon- pohon besar di taman Gesang tersebut untuk menambah intensitas cahaya yang masuk sehingga mengurangi suhu yang terlalu lembab.
·         Memperbaiki fondasi terutama dipinggiran sungai agar tidak mudah longsor akibat banjir, sehingga dapat mencegah banjir atau mengancam keselamatan pengunjung yang kurang berhati-hati, terutama anak-anak.

2. Kajian pendekatan ekonomi dari segi untung dan rugi jika dilihat dari analisis SWOT
Berbagai keuntungan ekonomi dapat diperoleh apabila memaksimalkan keunggulan-keunggulan dari TSTJ atau bahkan malah menimbulkan kerugian.
·           Keuntungan:
-          Karena merupakan satu-satunya kebun binatang di daerah Surakarta, tentu akan menjadi destinasi wisata utama bagi mereka yang ingin mengenal lebih lebih banyak tentang satwa, seperti anak-anak sekolah. Semakin banyaknya jumlah pengunjung, tentu akan memperbanyak penghasilan dari TSTJ.
-          Koleksi flora dan fauna yang beragam juga menjadi daya tarik untuk pengunjung.
-          Adanya tempat-tampat yang menjual aneka makanan dan souvenir khas TSTJ juga dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung.
-          Pengelolaan sampah yang dilakukan secara mandiri, dapat menambah pemasukkan dari hasil menjual kerajinan sampah. Selain itu, mengurangi biaya pembuangan sampah.
·         Kerugian:
-          Karena saat ini kondisi TSTJ yang masih belum tertata rapi, biasanya akan menyurutkan keinginan pengunjung yang sudah pernah ke sana untuk datang kembali. Sehingga dapat mengurangi jumlah pemasukan.
3.  Perubahan
3.1  Kompleks
                   Keberadaan TSTJ  di tengah kota Solo pastinya akan membawa banyak pengaruh baik pengaruh terhadap lingkungan,sistem sosial,ekonomi dan politik yang akan  membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar TSTJ
3.2  Ketidakpastian
              Banyaknya ketidakpastian akan kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah pemkot. Juga akan  berpengaruh terhadap perkembangan dan pengelolaan TSTJ . belum lagi rencana pengelola TSTJ yang ingin melakukan revitalisasi TSTJ menjadi wisata ecowisata yang pastinya diperlukan banyak dukungan dari berbagai pihak.
3.3 Konflik
Dalam kaitannya dengan pengembangan taman satwa taru jurug. perlu dilakukan berbagai tindakan menyangkut konflik yang terjadi antara investor yang akan menginvestasikan sahamnya di sana. serta untuk menghindari konflik dengan masyarakat sekitar. hal-hal yang perlu dilakukan adalah melakukan perjanjian dengan investor yang benar-benar serius dan peduli terhadap ekosistem dan keberlangsungan hidup satwa yang hidup di TSTJ, serta menghindari investor yang mendahulukan kepentingan ekonomi tanpa memikirkan dampak ekologis yang akan timbul. Dengan pemililhan investor yang tepat, kemungkinan terjadinya konflik akan lebih kecil karena sudah terjadi kesepakatan yang baik antara pihak TSTJ dengan pihak investor. Degan begitu juga konflik dengan masyarakat akan terhindar karena dalam perkembangan daerah wisata biasanya hal yang akan menjadi konflik yang besar adalah tentang lingkungan sekitar daerah wisata tersebut. Apabila lingkungan daerah wisata tersebut semakin baik maka konflik lingkungan akan dapat
dihindari. juga bisa memperkerjakan masyarakat sekitar sebagai karyawan.
3.4  Partisipasi
Pengembangan daerah wisata TSTJ juga diperlukan partisipasi dari pihak-pihak pengambil keputusan. seharusnya pengambilan keputusan tidak terjabak oleh birokrasi yang rumit sebab akan menghambat bahkan menggagalkan daerah wisata tersebut berkembang. dalam hal ini kaitannya dengan pemkot solo. sebab yang menjadi ujung tombak TSTJ adalah pemkot solo. serta pihak investor yang akan menginvestasikannya tidak merasa rugi menginvestasikan sahamnya.
4.      Pendekatan
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan (ecologically sustainableDevelopment) adalah merupakan upaya interaksi atau mengintegarasikanpembangunan ekonomi dengan pembangunan lingkungan, sehingga dicapaikeselarasan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup. MenurutLonergan (1993:77) untuk menjamin terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan ada tiga dimensi penting yang harus dipertimbangkan yaitu:
Pertama dimensi ekonomi yang menghubungkan pengaruh-pengaruh makroekonomi danmikroekonomi pada lingkungan dan bagaimana sumber daya alam diperlakukandalam analisa ekonomi. Kedua adalah dimensi politik yang mencakup prosespolitik yang turut menentukan penampilan dan sosok pembangunan, pertumbuhanpenduduk, dan degradasi lingkungan. Ketiga adalah dimensi sosial dan budayayang mengkaitkan antara tradisi, ilmu pengetahuan serta pola pemikiranmasyarakat. Interaksi ke tiga dimensi ini akan mendukung terwujudnya konseppembangunan berwawasan lingkungan.
5.      Adaptif
Pengembangan pariwisata bisa juga dilakukan dengan pembinaanproduk dan lingkungan wisata dan hal ini harus sejalan dengan citra yang hendakdibangun atau posisi yang hendak ditempati. Lingkungan wisata ini mencakupmasyarakat dan alam, dimana suatu produk wisata berada. Sebab adat istiadat,kebiasaan, pola perilaku suatu masyarakat seringkali merupakan salah satu unsurkuat dalam pembentukan citra pariwisata. (Raka,1993:22).
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) yang berlokasi di Kota Solo ini cukup cocok keadaannya dengan budaya Solo. Terdapat beberapa kegiatan seni dan budaya Solo yang dilaksanakan di TSTJ, seperti tradisi perahu Joko Tingkir yang diadakan tiap bulan Syawal setiap tahunnya. Kegiatan seperti ini sangat menarik bagi para pengunjung baik yang berasal dari Solo maupun luar Solo yang ingin mengenal lebih dekat budaya Kota Solo.
6.      Rencana Revitalisasi
Menurut Piagam Burra, konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu
tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik.Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengansituasi dan kondisi setempat dapat pula mencakup kegiatan-kegiatan sebagaiberikut:
a.         Preservasi, yaitu pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpaada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.
b.         Restorasi, yaitu mengembalikan suatu tempat ke keadaan semula denganmenghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen semula tanpamenggunakan bahan baru.
c.         Rekonstruksi, yaitu mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengankeadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun baru.
d.        Adaptasi atau Revitalisasi, yaitu merubah tempat agar dapat digunakan untukfungsi yang lebih sesuai. Yang dimaksud fungsi yang lebih sesuai adalahkegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukansedikit dampak minimal.
e.         Demolisi, yaitu penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudahrusak atau membahayakan. 
            Agenda revitalisasi utama di Taman Satwa Taru Jurug, adalah merevitalisasi kandang satwa, poliklinik, tempat karantina, laboratorium maupun gudang pakan. Semuanya akan dipindah di bagian belakang bersama dengan keberadaan satwa. Sementara itu bakal dibangun water park atau tempat rekreasi lainnya bagi anak. Penambahan wahana rekreasi ini untuk memberikan tambahan hiburan bagi pengunjung, terutama anak-anak.
            Berdasarkan rencana revitalisasi yang akan dilakukan, dibutuhkan dana sebesar Rp   108,035,492,867 yang akan digunakan untuk merevitalisasi kandang satwa, poliklinik, tempat karantina, laboratorium maupun gudang pakan dan bagian-bnagian lain di TSTJ. Dana sebesar ini dapat memperbaiki TSTJ dan mengembalikan citra serta wajah TSTJ menjadi baik dan meningkatkan pendapatan dari tiket masuk ataupun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan disini, sehingga dana awal tersebut dapat tertutupi dan laba yang didapat digunakan pembangunan dan pengembangan lebih lanjut.
7.      Pendekatan Ekosistem
       7.1 Abiotik
            Kawasan TSTJ dapat menjadi Kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan lingkungan, yaitu kawasan resapan air, terdapat zonasi untuk kawasan sempadan sungai, dan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di dalamnya difungsikan Ruang Terbuka Hijau Publik (RTH Publik) yang meliputi taman wisata alam; taman rekreasi; dan kebun binatang. Pemanfaatan ruang untuk RTH, pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan; pengembangan Hutan Kota dan vegetasi untuk melindungi kualitas tanah dan air. Pendirian bangunan dapat dilakukan untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya. Pengaturan untuk penggunaan RTH Publik sebesar 80 % dari luas lahan, dan  20% terbangun. Diantara 80 % tersebut masih bisa dibangun, tetapi tetap menjaga resapan air, contohnya pavingisasi.
Secara konseptual penggunaan lahan Kawasan Taman Juruguntuk lansekap sehingga kawasan ini menjadi hutan kota.
1.  Konservasi _________________________________     60%
2. Rekreasional dan hiburan ______________________     25%
3. Seni Budaya ________________________________      5%
4. Main Entrance ______________________________     10%
Pemanfaatan ruang pada TSTJ dapat memperbaiki kondisi ekossistem didalamnya, apabila dikelola dengan baik. Namun, apabila dalam pembangunan dan pengembangan tidak terlaksana dengan baik, maka akan menimbulkan kerusakan lingkungan, mulai dari lingkungan yang kotor, pencemaran air juga udara. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan semakin memperparah keadaan di TSTJ yang dapat mengakibatkan sakit bahkan matinya satwa serta mengurangi antusiasme pengunjung TSTJ itu sendiri.
7.2 Biotik
Selain sebagai tempat wisata, Taman Satwa Taru Jurug Solo juga sering digunakan sebagai tempat penelitian berbagai satwa liar dengan koleksi satwa sekitar 207 jenis yang berasal dari lokal maupun mancanegara. Sedangkan tumbuhan yang hidup di taman ini di antaranya yaitu cemara, flamboyan, akasia, munggur, dan lain sebagainya.Namun, keadaannya kini makin memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan jumlah satwa yang semakin berkurang, bahkan ada beberapa jenis satwa yang tidak memiliki pasangan sehingga tidak dapat menghasilkan keturunan. Perlu adanya pencatatan satwa, serta penggolongannya dan penambahan satwa yang jumlahnya semakin sedikit serta tidak memiliki pasangan.
7.3 Budaya
Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat harus sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk perlindungan terhadap situs kebudayaan dan pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata. Oleh karena itu diperlukan suatu seni untuk mengolah obyek wisatasedemikian rupa sehingga dengan adanya obyek wisata tersebut dengan segalafasilitas yang tersedia dapat menjadikan TSTJ menjadi daerah tujuanwisata yang menarik untuk dikunjungi.
7.4  Kearifan Lokal
7.4.1 Taman Gesang
TSTJ memiliki Monumen Gesang yang dibangun untuk menghormati jasa Bapak Gesang Sang Maestro Keroncong dengan lagu Bengawan Solo-nya, serta Sanggar Gesang yang saat ini digunakan untuk pertunjukan seni musik keroncong. Kemunculan lagu Bengawan Solo, turut mempopulerkan keberadaan obyek wisata Sungai Bengawan Solo. Di dalam taman ini terdapat patung Gesang serta aula terbuka. Patung Gesang diberi pagar yang terbuat dari besi sehingga nampak berdiri kokoh dan jauh dari jangkauan anak-anak yang ingin memanjatnya.
7.4.2 Petilasan Joko Tingkir
TSTJ juga memiliki tempat petilasan Joko Tingkir dan adanya tradisi tahunan yang disebut Larung Getek Joko Tingkir. Tradisi ini diselenggarakan dalam rangka mengenang jejak sejarah Joko Tingkir saat menyusuri sungai ini. Tradisi ini diselenggarakan pada bulan Syawal. Prosesi yang menceritakan tentang kisah perjalanan Joko Tingkir menuju Demak itu dilakukan di aliran Bengawan Solo, menggunakan perahu yang dihiasi bentuk-bentuk karakter buaya dalam acara puncak Gebyar Syawalan. Selain itu juga digelar pembagian gunungan yang terbuat dari buah-buahan dan  sayuran serta ketupat kepada pengunjung.  Pelaksanaan prosesi budaya tersebut mendapat animo sangat besar dari masyarakat Solo.
Joko Tingkir sendiri merupakan tokoh dalam sejarah kerajaan Kartasura. Joko Tingkir yang bergelar Senopati ing Ngalogo dikhabarkan menyusuri kota Solo dengan mengendarai buaya. Untuk mengingat sejarah inilah, pemerintah kota Solo selalu menghadirkan sosok Joko Tingkir di Bengawan Solo. Joko Tingkir sendiri diperankan oleh orang yang berbeda tiap tahun, bisa berasal dari kalangan artis atau kalangan keluarga kraton Surakarta. Sehingga dapat salah satu daya tarik dari TSTJ di bulan syawal.
8.      Teknologi
TSTJ mempunyai potensi besar dalam pengambangan sains dan teknologi.karena letaknya yang tidak jauh dengan pusat kota solo, dan disamping bengawan solo. teknologi yang mungkin tepat digunakan adalah tentang pengolahan air, karena letaknya yang tapat disamping bengawan solo, menyebabkan jumlah air yang ada di sana sangat melimpah. yang lainnya adalah sebagai lahan konservasi satwa dan fauna langka. ini juga akan menarik peneliti untuk mengunjungi TSTJ.





























PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jika dilihat dari apa yang telah dibahas diatas,maka dapat disimpulkan bahwa TSTJ sangat perlu dilakukan revitalisasi dalam menanggulangi permasalahan-permasalahn yang ada di TSTJ. Konsep dasar revitalisasi yaiktu mewujudkan dan mengembangkan taman wisata yang menjadi sarana konservasi fauna dan flora,edukasi,sosial budaya,rekreasi hiburan dan usaha wisata/jasa kepariwisataan yang memiliki daya tarik wisata yang tinggi. Serta selaras untuk mewujudkan fungsi kawasan resapan air,kawasan perlindungan setempat,ruang terbuka hijau yang berisi taman satwa,konservasi flora dan hutan kota. Namun demikian,konsep revitalisasi dan pengelolaan kawasan Taman Jurug harus disesuaikan dengan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta tahun 2011-2031 yang menjadikannya sebagai kawasan lindung dan pariwisata,serta peraturan perundang-undangan yang terkait lingkungan hidup.
            Diharapkan dengan dilakukannya revitalisasi,TSTJ dapat meningkatkan kualitas produk wisatanya. Menjadi kawasan wisata yang memadukan sarana konservasi fauna,flora dan lingkungan,edukasi,budaya,rekreasi hiburan dan jasa wisata serta membangun taman wisata yang ramah lingkungan.
B.     Saran
Diperlukan kerjasama di antara pemerintah,masyarakat,LSM serta dari pihak pengelola TSTJ dalam setiap mengambil kebijakan yang menyangkut proses revitalisasi TSTJ. Hal tersebut diperlukan untuk mengikutsertakan saran dari pihak-pihak yang bersangkutan untuk membangun TSTJ untuk yang lebih baik. Selain itu,sebaiknya TSTJ di arahkan menjadi RTH(Ruang Terbuka Hijau) yang mana pemanfaatnya bisa untuk menahan limpahan air hujan,melindungi kualitas tanah dan air, dan mengurangi polusi. Selain itu diperlukannya AMDAL sebelum dimulainya revitalisasi,tujuannya agar kegiatan revitalisasi ini tidak akan menyebabkan kerusakan dan dampak negatif pada lingkungan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
EKOLOGI PARIWISATA



STUDI PENGELOLAAN WISATA DAN PERMASALAHAN
DI TAMAN SATWA TARU JURUG SOLO
Disusun oleh:
Seluruh Mahasiswa yang Mengambil Mata Kuliah Ekologi Pariwisata
 Aie Nur Baeti                         Dinar Larasati                         Rohmatul L
Andriyanti                               Dwi Lumintang S                   Tesya N          
Arum A                                   Faradina                                  Tutut Bararatut
Catharina P                             Fiky A                                     Tyas Utami
Daniel F                                  Irma K                                     Wuri Satiti                  
Darumas K                              Moch. Yanuar                         Yan Bagus                 
Dewi Anjarsari                        M. Jundi                                  Yudha Noviana
Deni S                                     Puji Rahayu                             Yunitasari
Dian Aditama                         Putri Andriana
Diana Putri H                          Reguird A

Dosen pembimbing: Drs Sunarto,M.Si



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013


Share:

0 comments:

Post a Comment

Menulis adalah salah satu cara untuk mengubah, menyimpan dan menyampaikan

Q n A

Mau diskusi dan bertanya soal Biologi? Silahkan kirim email ke kazebara20@gmail.com
See me on Instagram @wardhaayu